Kamis, 06 Agustus 2015

YANG BAIK CINTA DUNIA Untuk Diinfakkan Bukan Untuk Disimpan

YANG BAIK CINTA DUNIA
Untuk Diinfakkan Bukan Untuk Disimpan
Di antara beberapa akhlak uluma’ salaf adalah mereka suka harta, namun untuk diinfakkan bukan untuk disimpan. Mereka lebih takut butuh kepada orang lain daripada takut dishisab kelak karena ada kemungkinan hartanya tercampur barang syubhat.
Sufyan Ats-Tsauri rahimahullah berkata: Sungguh aku meninggal dunia dengan menyisakan 40.000 Dinar yang kelak akan dimintai pertanggung-jawaban atas harta itu di hari Kiamat lebih aku suka daripada aku harus berdiri di depan pintu orang untuk meminta-minta kebutuhaku.
Dalam kumpulan hikmahnya, Imam Lukman Hakim alaihissalam berkata kepada anaknya: Wahai anakku, jadilah kamu orang kaya dengan penghasilan yang halal. Sebab, tidak ada orang fakir kecuali dia tertimpa tiga keadaan; pertama: agamanya tipis (tidak kuat), kedua: akalnya lemah, ketiga: hilang harga dirinya, ini yang paling besar. Namun ada lagi yang lebih parah dari tiga hal itu, yaitu orang-orang akan meremehkannya.
Sufyan Ats-Tsauri rahimahullah berkata: Kamu menyimpan harta yang kamu miliki untuk memenuhi kebutuhanmu [di masa mendatang] lebih baik daripada kamu bersedekah dengannya lalu meminta-minta kepada orang lain. Sebab, seorang hamba akan selalu mulia selama dia menjaga dua hal; pertama: menjaga harta untuk urusan dunianya, kedua: menjaga agamanya untuk urusan akhiratnya.
Qais bin Ashim rahimahullah yang terkenal sangat zuhud dan wara’ berkata kepada anak-anaknya: Kalian harus tekun mengmpulkan harta yang halal, karena itu akan membuat teman senang dan akan membuat musuh sedih.  Kalian akan terhindar dari meminta-minta kepada manusia, apalagi dari orang yang jahat. Hindarilah meminta-minta kepada manusia, karena itu penghasilannya orang-orang lemah.
Fudhail bin ‘Iad rahimahullah berkta: Sungguh [dulu] aku telah menjumpai orang-orang berjualan di pasar. Sebagian mereka dikerumuni banyak orang. Ketika dia mendengar adzan dia cepat bangkit [menuju masjid] dan meninggalkan jual-belinya. Sedangkan orang-orang di masa kita, jika pasar sedang menguntungkan mereka mengakhirkan shalat dan jika pasar sedang sepi mereka menyesal.
Abu Qilabah radiyallahu anhu berkata: Kalian harus tekun di pasar dan menggeluti sebuah pekerjaan. Karena kalian akan selalu mulia melebihi saudara-saudara kalian selama kalian tidak butuh kepada mereka.
Suatu ketika ada seorang pengemis berdiri di depan pintu Malik bin Dinar rahimahullah, lalu dia keluar menuju pengemis itu membawa roti, kemudian dia memberikan roti itu kepadanya. Sang pengemis berkata kepadanya: Tambahkanlah pemberianmu, maka Malik memberinya barang lain. Pengemis itu terus menerus meminta tambahan dan Malik selalu memberinya, hingga tanpa terasa dia telah mengeluarkan semua yang ada di rumahnya bahkan wadah-wadah, karpet dll… sang pengemis berkta: Tambahkanlah pemberianmu. Maka Malik berkata:  Demi Allah, Wahai saudaraku, aku sudah tidak memiliki apapun, kecuali kau ingin mengambilku, menjualku dan menerima uangnya. Malik berkata: Kemudian pengemis itu meninggalkannya dan pergi tanpa mengambil suatu apapun dari apa yang diberikan kepadanya. Sebagian mereka mengatakan: Dikatakan kepada Malik: Sesungguhnya pengemis itu adalah malaikat, dia datang untuk mengujinya.
Nabi Isa alaihissalam berkata: Barangsiapa menolak pengemis dan membiarkannya kecewa maka malaikat tidak akan berkunjung ke rumahnya selama tujuh hari sebagai siksaan untuknya.
Saya [Syekh Abdul Wahhab Asy-Sya’rani] berkata: Hal itu bisa terjadi jika dia menolak dalam keadaan mampu. Namun jika dia menolak pengemis karena tidak mampu, maka tidak ada hukuman seperti di atas, wallahu a’lam.
Sahnun rahimahullah ditanya tentang seorang laki-laki yang dimintai seorang pengemis, kemudian dia keluar membawa sedekah, namun dia mendapatkan pengemis itu telah pergi, maka apa yang bisa dia lakukan dengan sedekah tadi? Beliau menjawab: Saya lebih senang memberikan sedekah itu kepada yang lain. Namun andai dia menarik sedekah itu kembali menjadi hartanya seperti semula tidak masalah.
Maka ketahuilah hal itu, wahai saudaraku! Nafkahkanlah semua yang kamu punya dan yang sudah tidak kamu butuhkan. Janganlah kamu menyimpan apapun kecuali atas nama orang lain. Seperti untuk keluarga dan yang lain.
Tulisan ini saya terjemahkan dari sebagian kitab Tanbihul Mughtarrin karya Syekh Abdul Wahhab Asy-Sya’wani.

Penerjemah: Dumyati Dumairi, S.Pd.I

Tidak ada komentar: