KATA
PENGANTAR
Al-Hamdulillah,
merupakan ungkapan syukur yang tidak ada henti-hentinya kita ucapkan kepada
Allah Swt. sebagai rasa syukur atas segala nikmat yang telah Ia berikan kepada
kita. Shalawat serta salam semoga tetap tercurahkan kepada junjungan kita Nabi
Muhammad Saw. yang telah menunjukkan kepada kita jalan menju keselamatan dan
yang telah menjelaskan kepada kita syariat Allah yang menjadi kunci kesuksesan
kita dunia dan akhirat.
Bulan
Ramadhan adalah bulan yang mulia. Bulan di mana Allah Swt. menurunkan Al-Quran
kepada Nabi Saw. Bulan di mana Allah Swt. Mewajibkan puasa kepada kita. Di
bulan ini Allah membuka pintu rahmat selebar-lebarnya dan membelenggu setan.
Kebaikan di bulan ini pahalanya dilipat-gandakan.
Demi
meraih pahala sebanyak-banyaknya di bulan Ramadhan, maka penulis selaku
pengajar pendidikan Agama Islam, terpanggil untuk menulis ringkasan materi fiqh
keseharian siswa-siswi SMA Negeri Pronojiwo, sebagai kaum muslimin secara
khusus dan kaum muslimin pada umumnya. Materi ini sengaja penulis susun menjadi
empat bab; yaitu: Bab I membahas akidah (keyakinan) yang mencakup rukun agama
yaitu islam, iman dan ihsan. Bab II membahas thaharoh (bersuci) yang membahas
definisi thaharoh, macam-macam air, macam-macam najis, wudlu, mandi besar (ghusl)
dan hadats. Bab III membahas shalat yang mencakup shalat lima waktu dan
shalat-shalat sunnah. Bab IV membahas puasa yang mencakup puasa, i’tikaf,
adab-adab masuk masjid dan zakat fitrah.
Buku
ini masih jauh dari sempurna. Sebab itu, bila pembaca menemukan kesalahan baik
yang berhubungan dengan tata cara penulisan, penggunaan kosa kata, lebih-lebih
yang berkaitan dengan materi mohon untuk dibetulkan atau menghubungi penulis.
Tidak
lupa penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada semua guru SMA Negeri pronojiwo
yang telah membimbing penulis sehingga muncul ringkasan materi fiqh keseharian
ini. Terutama penulis haturkan terima kasih kepada Kepala Sekolah SMA Negeri
Pronojiwo Bapak Moh. Yatim Khudlori, M.Pd dan segenap jajaran Wakasek SMA
Negeri Pronojiwo. Semoga ringkasan materi ini bisa membantu para siswa dan
siswi untuk menjadi ibadillahis shalihin (hamba Allah yang shaleh).
Amin.
Guru
PAI
Dumyati,
S.Pd.I
DAFTAR ISI
KATA
PENGANTAR …………………………………………… 01
DAFTAR
ISI …………………………………………………….. 03
BAB
I AKIDAH
- Rukun agama
……………………………………………… 04
1.
Islam …………………………………………………... 04
2.
Iman …………………………………………………… 05
3.
ihsan …………………………………………………… 05
BAB
II THAHAROH
- Definisi
Thaharoh ………………………………………… 07
- Macam-macam
Air ……………………………………….. 07
- Macam-macam
Najis dan Cara Mensucikannya
…………. 08
- Wudlu …………………………………………………….. 10
- Mandi Besar ………………………………………………. 12
- Hadats …………………………………………………….. 13
BAB
III SHALAT
- Shalat Lima
Waktu ……………………………………….. 15
- Shalat-Shalat
Sunnah …………………………………….. 24
BAB
IV PUASA
- Puasa
………………………………………………………. 27
- I’tikaf …………………………………………………….. 30
- Adab-adab
Masuk Masjid ……………………………….. 32
- Zakat
Fitrah ………………………………………………. 33
DAFTAR
PUSTAKA …………………………………………… 35
BAB I
AKIDAH
A. Rukun Agama
Agama yang benar menurut Allah Swt. terbangun di atas tiga pilar yang kokoh. Yaitu:
1.
Islam
Islam
adalah patuh dan tunduk terhadap semua hukum
syariat yang dibawa oleh Rasulullah Saw. dari Allah Swt. Islam merupakan agama yang dipilih oleh Allah untuk
hamba-hambanya. Dia tidak menerima agama selain Islam. Allah Swt. berfirman:
"إِنَّ الدِّيْنَ عِنْدَ اللهِ الْإِسْلَامُ" (آل
عمران:19)
Artinya: “Sesungguhnya agama yang benar menurut Allah
adalah Islam” (Q.S. Ali Imran;19)
Dalam ayat lain Allah Swt. berfirman:
"وَمَنْ يَبْتَغِ غَيْرَ
الْإِسْلَامِ دِيْنًا فَلَنْ يُقْبَلَ مِنْهُ وَهُوَ فِي الْآخِرَةِ مِنَ
الْخَاسِرِيْنَ" (آل عمران:85)
Artinya: “Barangsiapa yang mencari agama selain Islam,
maka tidak akan diterima. Dan dia di akhirat termasuk (golongan) orang-orang yang rugi” (Q.S.
Ali Imran;19)
Rukun Islam ada lima; yaitu:
a.
Mengucapkan dua kalimat syahadat dengan lisan
b.
Mendirikan shalat lima waktu
sehari semalam
c.
Mengeluarkan zakat
d.
Berpuasa di bulan Ramadhan
e.
Haji ke baitullah bagi yang mampu
Catatan: Dari rukun islam muncullah disiplin ilmu fiqh. Ilmu
Fiqh adalah mengetahui hukum-hukum syariat yang bersifat amaliah
(pekerjaan) yang telah Allah wajibkan kepada semua kaum muslimin untuk
melaksanakannya.
2.
Iman
Ada beberapa pengertian tentang iman; di antaranya:
-
Membenarkan dengan mantap terhadap segala apa yang sudah
pasti dibawa oleh Nabi Muhammad Saw. dari Allah Swt.
-
Membenarkan dengan hati, mengakui dengan lisan dan mengaplikasikannya
dalam tindakan nyata.
Rukun Iman ada enam; yaitu:
a.
Iman kepada Allah Swt
b.
Iman kepada para malaikat Allah
c.
Iman kepada kitab-kitab Allah
d.
Iman kepada para Rasul Allah
e.
Iman kepada Hari Akhir (Hari Kiamat)
f.
Iman kepada keputusan (qodar) Allah, baik maupun
buruk.
Catatan: Dari rukun iman ini, muncullah disiplin ilmu tauhid. Ilmu Tauhid adalah mengetahui
hal-hal yang wajib diyakini oleh orang muslim yang sudah mukallaf.
Baik yang berupa perkara-perkara yang berhubungan dengan ketuhanan, kenabian
dan hal-hal yang didengar dari para nabi.
3.
Ihsan
Ihsan adalah melaksanakan ibadah dengan tepat sesuai dengan tata cara yang telah
diperintahkan. Seperti khusyu’, tunduk, ikhlas dan merasa
hadir di hadapan Allah Swt.. Semua itu bisa
dicapai apabila
menghadirkan keagungan dan kebesaran Allah serta dengan
perasaan selalu dipantau oleh Allah Swt. dalam segala gerak-gerik dan diamnya.
Dalam potongan hadits Jibril, pengertian ihsan dijelaskan
oleh Nabi Saw. Dengan sabda beliau: “hendaknya engkau menyembah Allah seakan-akan engkau melihatnya. Apabila engkau tidak dapat melakukakannya maka yakini bahwa Allah melihat engkau” .
Catatan: dari rukun ihsan ini, muncullah ilmu tashawwuf. Ilmu Tashawwuf adalah
mengetahui perilaku hati yang baik yang wajib dimiliki, seperti hal-hal yang
mengantarkan pada keselamatan, dan perilaku hati yang jelek yang wajib
dihindari. Seperti hal-hal yang mengantarkan pada kerusakan.
BAB
II
THAHAROH
A.
Definisi Thaharoh
Thaharoh secara etimologi adalah bersih dan bebas dari kotoran yang tampak,
seperti bersuci dari hadats dan kotoran atau dari kotoran yang tidak tampak,
seperti bersuci dari penyakit hati. Sedangkan secara terminologi thaharoh
adalah menghilangkan hadats, menghilangkan najis atau apa yang searti dengan
keduanya, seperti beristinja’ dengan batu atau yang serupa dengan keduanya,
seperti mandi-mandi yang disunnahkan.
Bentuk thaharoh ada empat; yaitu: wudlu, mandi besar (ghusl),
tayammum dan menghilangkan najis. Sedangkan sarana
thaharoh ada empat; yaitu: air, debu, alat penyamak dan batu istinjak.
B.
Macam-Macam Air
1.
Air dilihat dari tempatnya terbagi menjadi tujuh. Dan
tujuh ini disederhanakan menjadi dua bagian;
a. Berasal
dari langit. Ada
tiga; yaitu: air hujan, air es dan air embun
b. Berasal
dari bumi. Ada
empat; yaitu: air laut, air sumur, air sungai dan air sumber (mata air).
Semua
air di atas hukumnya suci dan bisa mensucikan (thahur).
2.
Sedangkan air
dilihat dari aspek hukumnya terbagi menjadi tiga; yaitu:
a. Air
suci dan mensucikan (Thahur atau
Air Mutlak).
Yang dimaksud dengan air mutlak
adalah air yang masih pada nama semula. Tidak terikat dengan suatu nama apapun;
seperti air sungai, sumur dan air laut. Semua air tersebut hukumnya suci dan mensucikan.
Beda halnya dengan air teh
dan air kopi,
maka tidak bisa mensucikan karena sudah terikat dengan sebuah nama yang
mengikat. Maksudnya, air kopi
dan teh walaupun dipindah ke
tempat yang berbeda-beda akan tetap dengan namanya. Orang-orang akan
menyebutnya dengan nama air kopi dan teh.
b. Air
suci tapi tidak mensucikan
Termasuk
kategori air ini adalah air musta’mal; yakni air yang sudah digunakan
dalam thaharah wajib (bersuci wajib).
Air bisa
dikatakan musta’mal (suci tapi tidak bisa mensucikan) jika memenuhi
empat syarat; yaitu:
1)
Air itu sedikit (kurang dari dua Qulah/217 l)
2)
Sudah digunakan dalam bersuci wajib; yakni menghilangkan
hadats atau menghilangkan najis
3)
Air tersebut sudah lepas dari anggota tubuh yang dibasuh.
4)
Waktu menyentuh air tidak berniat menciduk.
c. Air
najis atau air yang terkena najis
Maksudnya air
yeng terkena najis. Ada beberapa keadaan air yang terkena najis; di antaranya:
1)
Air sedikit, kurang dua Qullah (kurang dari 217 l), maka hukumnya langsung najis ketika kemasukan najis.
Tanpa memandang apakah air itu berubah sebab najis tersebut atau tidak.
2)
Air banyak, mencapai dua Qullah atau lebih, maka bila kemasukan najis tidak
bisa langsung dihukumi najis, tapi dilihat apakah berubah atau tidak. Bila
berubah maka hukumnya najis. Bila tidak, maka hukumnya tetap suci dan
mensucikan.
C.
Macam-Macam Najis dan Cara Mensucikannya
1.
Najis
Najis secara etimologi adalah sesuatu yang menjijikkan.
Sedangkan secara terminologi najis adalah sesuatu yang menjijikkan yang dapat
mencegah keabshan shalat, sekiranya tidak ada dispensasi (kemurahan).
Najis
dilihat dari aspek hukumnya dibagi menjadi tiga; yaitu:
a.
Mugholladzoh (Najis Kategori Berat)
Najis kategori
berat seperti najis anjing dan babi atau hewan yang lahir dari persilangan dua
hewan tersebut atau dari salah satunya dengan hewan suci.
Catatan: Sesuatu yang bersentuhan dengan babi atau anjing bisa
najis jika sesuatu tersebut basah atau anjing dan babi yang basah. Jika
sama-sama kering maka hukumnya tidak najis.
b.
Mukhoffafah (Najis Kategori Ringan)
Najis kategori
ringan seperti kencing anak kecil yang hanya makan ASI saja dan usianya belum
mencapai dua tahun.
c.
Mutawassithah (Najis Kategori Sedang)
Najis kategori
sedang adalah semua najis selain dua kategori di atas. Seperti najis minuman
keras, darah, nanah, bangkai selain manusia, ikan dan belalang, kencing, madzi[1],
wadi[2],
kotoran, maninya anjing dan babi dan susu hewan yang tidak bisa dimakan
dagingnya.
2.
Cara mensucikan najis
a.
Najis kategori berat bisa suci dengan cara dibasuh tujuh
kali yang salah satunya dicampur dengan debu.
Mencampur air
dengan debu bisa dengan cari debu dicampurkan ke dalam air sebelum diletakkan
ke tempat najis atau dengan cara debu ditaruh ke tampat najis kemudian disiram
dengan air.
b.
Najis kategori ringan bisa suci dengan cara memercikkan
air ke tempat najis tersebut. Namun dengan syarat air yang dipercikkan memenuhi
dan menutupi najisnya (lebih banyak).
c.
Sedangkan najis kategori sedang dibagi menjadi dua.
1)
‘Ainiyah
yakni najis kategori sedang yang ada bau, warna dan rasanya. Cara mensucikannya
adalah dengan cara menghilangkan warna, bau dan rasanya terlebih dahulu sebelum disucikan dengan air.
2)
Hukmiyah
yakni najis kategori sedang yang sudah tidak berbau, berwarna dan berasa. Cara
mensucikannya cukup mengalirkan air ke tempat najis tersebut.
D.
Wudlu
1. Keutamaan Wudlu
-
Nabi bersabda:
لَا يَسْبِغُ عَبْدٌ اَلْوُضُوْءَ إِلَّا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ
مِنْ ذَنْبِهِ وَمَا تَأَخَّرَ (أَخْرَجَهُ الْبَزَّارُ).
“Tidaklah seorang hamba menyempurnakan wudlunya kecuali dia
telah diampuni dosanya yang sudah lalu dan yang akan datang”. (H.R.
Al-Bazzar).
-
Nabi bersabda:
مَنْ تَوَضَّأَ فَأَحْسَنَ الْوُضُوْءَ خَرَجَتْ خَطَايَاهُ
مِنْ جَسَدِهِ حَتَّى تَخْرُجَ مِنْ أَظْفَارِهِ. (أَخْرَجَهُ مُسْلِمٌ).
“Barangsiapa
berwudlu, kemudian dia melakukannya dengan baik, maka dosa-dosanya keluar dari
jasadnya bahkan juga dari kuku-kukunya”. (H.R. Muslim)
2. Fardlunya Wudlu
Wudlu termasuk cara bersuci yang berfungsi menghilangkan
hadats kecil. Adapun fardlunya wudu’ ada enam
a.
Niat
menghilangkan hadats, niat melakukan wudlu’ dan atau bersuci untuk melakukan
shalat. Lebih mudahnya niat wudlu sebagaimana berikut:
-
نَوَيْتُ رَفْعَ الْحَدَثِ الْأَصْغَرِ
“Saya niat menghilangkan hadats kecil”
-
نَوَيْتُ الْوُضُوْءَ
“Saya niat wudlu”
-
نَوَيْتُ الطَّهَارَةَ لِلصَّلَاةِ
“Saya niat bersuci untuk melaksanakan shalat”
-
نَوَيْتُ الْوُضُوْءَ لِرَفْعِ الْحَدَثِ الْأَصْغَرِ فَرْضًا
لِلَّهِ تَعَالَى
“Saya niat wudlu untuk menghilangkan hadts kecil
karena kewajiban untuk Allah Swt”.
Niat ini dilakukan bersamaan dengan membasuh awal bagian
dari wajah.
b.
Membasuh wajah. Mulai dari tempat tumbuhnya rambut di atas dahi sampai dagu. Dan di antara
dua telinga.
c.
Membasuh kedua tangan sampai kedua sikut.
d.
Mengusap sebagian kulit kepala atau rambut yang ada di daerah kepala.
e.
Membasuh kedua kaki sampai kedua mata kaki.
f.
Tertib.
Yakni melakukan pergerakan wudlu berurutan sesuai dengan urutan yang telah
dicontohkan oleh Nabi Saw.
3. Sennah Wudlu
Sebenarnya sunnah wudlu banyak sekali. Namun yang sangat
dianjurkan adalah sebagai berikut:
a.
Sebelum Wudlu
Bersiwak
(membersihkan kotoran digigi), berkumur, menghisap air ke dalam hidung, membasuh kedua telapak tangan, membaca basmalah
dan lain sebagainya.
b.
Ketika Wudlu
Melakukan
setiap pekerjaan wudlu tiga kali, mengusap seluruh kepala dengan air, mengusap
kedua telinga, mendahulukan anggota kanan, menyelah-nyelahi kedua tangan dan
kaki ketika membasuh dan lain sebagainya.
c.
Setelah Wudlu’
Meminum sisa
air wudlu, membaca doa setelah wudlu, adapun doanya sebagai berikut:
أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا
شَرِيْكَ لَهُ, وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ, اَللَّهُمَّ
اجْعَلْنِيْ مِنَ التَّوَّابِيْنَ, وَاجْعَلْنِيْ مِنَ الْمُتَطَهِّرِيْنَ,
وَاجْعَلْنِيْ مِنْ عِبَادِكَ الصَّالِحِيْنَ.
“Aku bersaksi: bahwa tidak ada tuhan
selain Allah, semata, tidak ada sekutu bagi-Nya. Dan aku bersaki: bahwa
Muhammad adalah hamba dan utusan-Nya. Ya Allah, jadikanlah aku termasuk
golongan orang-orang yang bertaubat, jadikanlah aku termasuk orang-orang yang
bersuci dan jadikanlah aku termasuk hamba-hamba-Mu yang shaleh”.
E.
Mandi Besar (Ghusl)
Ghusl atau mandi besar termasuk cara bersuci yang berfungsi
untuk menghilangkan hadats besar. Adapun fardlunya mandi besar atau ghusl
ada dua, sebagaimana berikut:
1. Niat
Niat dalam ghusl atau mandi besar sebagaimana
berikut:
نَوَيْتُ غُسْلًا لِرَفْعِ الْحَدَثِ الْأَكْبَرِ فَرْضًا
لِلَّهِ تَعَالَى.
“Saya niat mandi besar untuk menghilangkan hadats besar karena kewajiban untuk Allah Swt”.
2. Membasuh sekujur
tubuh dengan air secara merata.
F.
Hadats
Hadats dibagi
menjadi dua; yaitu:
1. Hadats besar
a.
Penyebabnya
Penyebab
hadats besar ada enam; yaitu:
1)
Haid
2)
Nifas
3)
Melahirkan
4)
Memasukkan kepala kemaluan laki-laki ke dalam kemaluan
perempuan (bersetubuh)
5)
Keluar sperma
6)
Meninggal dunia
b.
Cara menghilangkannya
Hadats besar
bisa dihilangkan dengan cara ghusl (mandi besar).
c.
Hal-hal yang haram dilakukan oleh orang yang punya hadats
besar
1)
Jika hadats besar itu sebab junub (keluar mani atau
bersetubuh) maka haram baginya enam perkara; yaitu: shalat, thawaf, menyentuh
Al-Quran, membawanya, diam dalam masjid dan membaca Al-Quran.
2)
Bila penyebabnya karena haid, maka haram baginya
melakukan enam perkara di atas, berpuasa, talak, lewat dalam masjid jika khawatir
mengotorinya dan bersenang-senang dengan anggota tubuh di antara pusar dan
lutut.
2.
Hadats kecil
a.
Penyebab hadats kecil ada empat; yaitu:
1)
Keluarnya sesuatu dari dua jalan tembus (qubul dan
dubur), baik berupa angin atau sesuatu yang lain kecuali sperma.
2)
Hilang akal, baik sebab tidur atau yang lain. Kecuali tidurnya
orang yang merapatkan bokongnya ke tempat duduk.
3)
Bersentuhan kulit antara laki-laki dan perempuan yang
bukan mahrom dan sudah sampai batas disyahwati (menarik nafsu).
4)
Menyentuh kemaluan anak adam atau bulatan dubur dengan
bagian dalam telapak tangan dan jari-jari.
b.
Cara menghilangkannya
Cara menghilangkan hadats kecil adalah dengan cara
berwudlu.
c.
Hal-hal yang haram dilakukan oleh orang yang punya hadts
kecil
Hal-hal yang
haram dilakukan oleh orang yang punya hadats kecil ada empat; yaitu:
1)
Shalat
2)
Thawaf
3)
Menyentuh Al-Quran
4)
Membawa Al-Quran
BAB
III
SHALAT
A.
Shalat Lima Waktu
Shalat secara etimologi adalah doa., sebab shalat itu penuh dengan doa. Sedangkan secara terminologi shalat adalah
perkataan-perkataan tertentu dan pekerjaan-pekerjaan tertentu yang dimulai
dengan takbir dan diakhiri dengan salam.
1.
Syarat Wajib
Shalat
Shalat
tidak wajib kecuali kepada orang yang memenuhi enam syarat; yaitu:
a. Islam
b. Sudah
baligh
c. Berakal
d. Suci
dari haid dan nifas
e. Orang
yang mendengar dakwah perintah shalat
f. Selamat
panca indra (tidak buta dan tuli)
2.
Syarat Shah
Shalat
Shalat
yang dilakukan seseorang tidak akan shah kecuali memenuhi tujuh syarat; yaitu:
a. Sudah
masuk waktu secara yakin atau dengan berijtihad
b. Menghadap
kiblat
c. Suci
dua dari hadats (hadats besar dan kecil)
d. Suci
dari najis di badan, pakaian dan tempat shalat
e. Menutup
aurat[3]
f. Mengetahui
hukum fardunya
shalat
g. Tidak
meyakini satu fardunya shalat sebagai sunnah.
3.
Waktu Shalat Fardlu
Shalat yang diwajibkan kepada kaum muslimin dalam
sehari-semalam ada lima waktu. Rincian waktunya sebagai berikut:
a. Dhuhur
Waktu shalat
Dhuhur masuk bersamaan dengan bergesernya matahari dari tengah-tengah langit
dan berakhir sampai ukuran bayangan suatu benda di bawah matahari menyamai
bendanya.
b. Ashar
Waktu shalat
Ashar masuk bersamaan dengan ukuran bayangan suatu benda di bawah matahari
menyamai bendanya sampai terbenamnya matahari.
c. Maghrib
Waktu shalat
Maghrib masuk bersamaan dengan terbenamnya matahari sampai terbenamnya mega
merah (menurut pendapat yang lebih populer).
d. Isya’
Waktu shalat
Isya’ masuk bersamaan dengan terbenamnya mega merah sampai terbitnya fajar
shadik.
e. Subuh
Waktu shalat
Subuh masuk bersamaan dengan terbitnya fajar shadik sampai terbitnya matahari.
4.
Rukun Shalat
Rukun
shalat ada 13 dengan menjadikan thuma’ninah ikut ke dalam rukun-rukun
yang lain. Tiga belas rukun ini dibagi menjadi empat. Yaitu:
a. Rukun
Qauli (perkataan)
Disebut rukun Qauli, karena orang
yang shalat harus mengucapkannya sampai
dia mendengar ucapannya tersebut. Rukun Qauli ada lima; yaitu: takbirotul ihram (takbir di awal shalat), membaca surat Al-Fatihah, membaca tasyahhud akhir, membaca shalawat kepada Nabi Muhammad Saw. dan mengucapkan salam.
b. Rukun
Fi’li (pekerjaan)
Rukun fi’li ada enam; yaitu:
berdiri bagi yang mampu, ruku’, i’tidal, sujud, duduk antara dua sujud dan
duduk ketika tasyahud akhir.
c. Rukun
ma’nawi (bersifat pemahaman)
Rukun ma’nawi hanya ada satu;
yaitu tertib (melakukan pekerjaan shalat berurutan sesuai dengan cara yang
telah dicontohkan oleh Nabi Saw.)
d. Rukun
Qolbi (hati)
Rukun Qolbi juga hanya ada satu;
yaitu niat di dalam hati.
Rukun shalat secara tertib sebagai
berikut:
1) Niat di dalam hati yang
dilakukan bersamaan dengan mengcapkan takbirotul ihram. Yang wajib
dihadirkan ketika niat jika shalat fardlu adalah sengaja melakukan shalat,
menentukan jenis shalat, dan menyebutkan hukum fardlunya shalat.
Lebih jelasnya contoh niat yang harus dihadirkan dalam
hati sebagai brikut:
أُصَلِّيْ
فَرْضَ الظُّهْرِ/العَصْرِ/الْمَغْرِبِ/العِشَاءِ/الصُّبْحِ.
“Saya niat
melakukan shalat wajib Dhuhur/ Ashar/ Maghrib/ Isya’/ Shubuh”.
Catatan: Dalam pokok niat, jika berjamaah dan menjadi makmum,
maka tambahkan kata مَأْمُوْمًا (menjadi makmum). Jika menjadi imam maka
tambahkan kata إِمَامًا (menjadi imam).
Adapun niat
shalat secara lengkap sebagai berikut:
Jika Shalat
sendirian
مُسْتَقْبِلَ الْقِبْلَةِ أَدَاءً
لِلَّهِ تَعَالَى
|
الظُّهْرِ أَرْبَعَ رَكْعَاتٍ
|
أُصَلِّيْ فَرْضَ
|
“Saya niat
melakukan shalat wajib Dhuhur empat raka’at, menghadap kiblat, dalam rangka
melaksanakan perintah karena Allah Swt.”
Jika shalat
menjadi imam
أُصَلِّيْ فَرْضَ
|
الظُّهْرِ أَرْبَعَ
رَكْعَاتٍ
|
مُسْتَقْبِلَ الْقِبْلَةِ
أَدَاءً
|
إِمَامًا لِلَّهِ
تَعَالَى
|
“Saya niat melakukan
shalat wajib Dhuhur empat raka’at, menghadap kiblat, menjadi imam, dalam rangka melaksanakan
perintah karena Allah Swt.”
Jika menjadi makmum
أُصَلِّيْ فَرْضَ
|
الظُّهْرِ أَرْبَعَ
رَكْعَاتٍ
|
مُسْتَقْبِلَ الْقِبْلَةِ
أَدَاءً
|
مَأْمُوْمًا
لِلَّهِ تَعَالَى
|
“Saya niat
melakukan shalat wajib Dhuhur empat raka’at, menghadap kiblat, menjadi makmum, dalam
rangka melaksanakan perintah karena Allah Swt.”
Jika shalat
Ashar
أُصَلِّيْ فَرْضَ
|
العَصْرِ أَرْبَعَ رَكْعَاتٍ
|
مُسْتَقْبِلَ الْقِبْلَةِ
أَدَاءً
|
مَأْمُوْمًا لِلَّهِ
تَعَالَى
|
“Saya niat
melakukan shalat wajib
Ashar empat raka’at, menghadap kiblat, menjadi makmum, dalam rangka
melaksanakan perintah karena Allah Swt.”
Jika shalat
Maghrib
أُصَلِّيْ فَرْضَ
|
الْمَغْرِبِ ثَلَاثَ رَكْعَاتٍ
|
مُسْتَقْبِلَ الْقِبْلَةِ
أَدَاءً
|
مَأْمُوْمًا لِلَّهِ
تَعَالَى
|
“Saya niat
melakukan shalat wajib Maghrib
tiga raka’at, menghadap kiblat, menjadi makmum, dalam rangka
melaksanakan perintah karena Allah Swt.”
Jika shalat
Isya
أُصَلِّيْ فَرْضَ
|
العِشَاءِ أَرْبَعَ رَكْعَاتٍ
|
مُسْتَقْبِلَ الْقِبْلَةِ
أَدَاءً
|
مَأْمُوْمًا لِلَّهِ
تَعَالَى
|
“Saya niat
melakukan shalat wajib Isya’
empat raka’at, menghadap kiblat, menjadi makmum, dalam rangka
melaksanakan perintah karena Allah Swt.”
Jika shalat
Subuh
أُصَلِّيْ فَرْضَ
|
الصُّبْحِ رَكْعَتَيْنِ
|
مُسْتَقْبِلَ الْقِبْلَةِ
أَدَاءً
|
مَأْمُوْمًا لِلَّهِ
تَعَالَى
|
“Saya niat
melakukan shalat wajib Subuh
dua raka’at, menghadap kiblat, menjadi makmum, dalam rangka melaksanakan
perintah karena Allah Swt.”
2) Membaca Takbirotul
Ihram
Takbiratul
Ihram adalah membaca kalimat الله
أكبر
3) Berdiri bagi yang
mampu dalam shalat fardlu
4) Membaca surah Al-Fatihah
Dalam membaca
Al-Fatihah, karena di Indonesia mayoritas masyarakat mengikuti Madzhab Imam Syafi’i maka basmalah termasuk dari
surah Al-Fatihah. Oleh sebab itu, jika dalam membaca surah Al-Fatihah tidak membaca basmalah, maka shalatnya
batal.
Catatan: Dalam membaca surah Al-Fatihah sangat penting untuk menjaga tajwidnya, baik
kefasihan dalam mengucapkan huruf-huruf Surat Al-Fatihah, bacaan madnya, tasdid-tasdidnya
dll.
5) Ruku’ beserta thuma’ninah
ketika ruku’
Ruku’ adalah posisi
menunduk sekiranya kedua
tangan menjangkau kedua lutut.
Thuma’ninah adalah diamnya anggota badan dalam durasi waktu membaca subhanallah.
Dalam ruku’ disunnahkan membaca:
سُبْحَانَ
رَبِّيَ الْعَظِيْمِ وَبِحَمْدِهِ 3 x
6) I’tidal beserta thuma’ninah
ketika i’tidal
Yang dimaksud dengan i’tidal
adalah kembalinya orang yang shalat (mushalli) pada posisi semula
sebelum ruku’.
Ketika
mengangkat kepala pada waktu i’tidal sunnah membaca:
سَمِعَ
اللهُ لِمَنْ حَمِدَهُ
Dan ketika i’tidal sunnah membaca:
رَبَّنَا لَكَ الْحَمْدُ مِلْءَ السَّمَوَاتِ وَمِلْءَ الْأَرْضِ
وَمِلْءَ مَا شِئْتَ مِنْ شَيْئٍ بَعْدُ
7) Sujud
dua kali
Yang dimaksud dengan sujud adalah
mushalli meletakkan dahinya ke tempat shalat. Adapun anggota sujud ada tujuh.
Maksudnya sujud harus dilakukan pada tujuh anggota tersebut. Tujuh anggota itu
adalah: dahi, bagian dalam dua tangan, dua dengkul, bagian dalam jari-jari dua
kaki. Namun khusus untuk dahi harus dalam keadaan terbuka, sekiranya dahinya
atau bulu yang ada di dahi menyentuh langsung ke tempat sujudnya.
Dalam sujud
disunnahkan membaca:
سُبْحَانَ رَبِّيَ الْأَعْلَى وَبِحَمْدِهِ 3 x
8) Duduk di antara dua
sujud serta thuma’ninah
Dalam posisi ini disunnahkan membaca:
رَبِّ
اغْفِرْ لِيْ وَارْحَمْنِيْ وَاجْبُرْنِيْ وَارْفَعْنِيْ وَارْزُقْنِيْ وَاهْدِنِيْ
وَعَافِنِيْ وَاعْفُ عَنِّيْ
9) Membaca Tasyahhud
Akhir
Bacaan tasyahhud akhir sebagai berikut:
اَلتَّحِيَّاتُ الْمُبَارَكَاتُ, الصَّلَوَاتُ
الطَّيِّبَاتُ لِلَّهِ, اَلسَّلَامُ عَلَيْكَ أَيُّهَا النَّبِيُّ وَرَحْمَةُ
اللهِ وَبَرَكَاتُهُ, اَلسَّلَامُ عَلَيْنَا وَعَلَى عِبَادِ اللهِ
الصَّالِحِيْنَ, أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللهَ وَأَنَّ مُحَمَّدًا
رَسُوْلُ اللهِ
10) Posisi duduk ketika membaca tasyahhud akhir
11) Membaca shalawat kepada Nabi Muhammad ketika
duduk waktu membaca tasyahhud akhir.
Lafadz
shalawat yang sempurna sebagai berikut:
اَللَّهُمَّ
صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ, كَمَا
صَلَّيْتَ عَلَى سَيِّدِنَا إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ سَيِّدِنَا إِبْرَاهِيْمَ,
وَبَارِكْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ, كَمَا
بَارَكْتَ عَلَى سَيِّدِنَا إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ سَيِّدِنَا إِبْرَاهِيْمَ
فِيْ الْعَالَمِيْنَ إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ.
12) Mengucapkan salam
Lafadz salam
paling sedikit: adalah (السلام عليكم) namun yang paling sempurna:
اَلسَّلَامُ
عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ
13) Tertib
Yang dimaksud
dengan tertib adalah melakukan shalat sesuai dengan urutan yang telah dicontohkan oleh Nabi Muhammad Saw.
5.
Hal-hal yang membatalkan shalat
Shalat bisa batal disebabkan beberapa hal sebagai
berikut:
a. Jika ada satu
syarat dari beberapa syarat shalat tidak terpenuhi
b. Mengucapkan dua
huruf atau satu huruf tapi dapat memahamkan dengan sengaja dan mengetahui
keharamannya
c. Menambah rukun fi’li
(pekerjaan) dengan sengaja.
d. Melakukan
pergerakan yang keras, seperti melompat.
e. Melakukan
pergerakan yang banyak, seperti tiga langkah walaupun dilakukan dalam keadaan
lupa
f. Setiap sesuatu yang
membatalkan puasa juga membatalkan shalat, kecuali makan banyak dalam keadaan
lupa, maka membatalkan shalat. Meskipun tidak membatalkan puasa
6. Hal-hal yang
dimakruhkan dalam shalat
a.
Menoleh ketika shalat tanpa ada hajat
b.
Melihat ke atas dan hal-hal yang melalaikan
c.
Dan lain sebagainya
7. Sunah-sunah
Shalat
Hal-hal yang disunnahkan berkaitan dengan shalat dibagi
menjadi tiga; yaitu:
a.
Sebelum shalat
1)
Adzan dan iqamah
2)
Siwak
3)
Melafadzkan niat, supaya lidah bisa membatu hati dalam
menghadirkan niat
b.
Ketika shalat
Hal-hal yang sunnah dilakukan ketika shalat dibagi
menjadi dua; yaitu:
1)
Sunnah Ab’ad
Yang dimaksud
sunnah ab’ad adalah sunnah yang jika ditinggalkan sunnah ditambal dengan
sujud sahwi (sujud karena lupa). Sunnah ab’ad secara global ada
tiga; yaitu:
a)
Tasyahhud awal, duduk tasyahhud awal dan membaca shalawat kepada Nabi Muhammad
Saw. di dalam tasyahhud awal.
b)
Membaca qunut, berdiri ketika qunut,
membaca shalawat kepada Nabi, keluarga dan shalabatnya Nabi ketika qunut.
c)
Membaca shalawat kepada keluarganya Nabi ketika tasyahhud
akhir.
2)
Sunnah Hai’at
Yang dimaksud
sunnah hai’at adalah sunnah yang ketika ditinggalkan tidak sunnah
ditambal dengan sujud sahwi. Sunnah hai’at adalah sunnah-sunnah
yang lain di dalam shalat, seperti membaca doa iftitah, mengangkat kedua
tangan ketika takbirotul ihram, ketika mau ruku’, ketika mau i’tidal
dan ketika berdiri dari tasyahhud awal, melihat tempat sujud dan lain
sebagainya.
c.
Setelah shalat
Sunnah yang
bisa kita lakukan setelah melaksanakan shalat adalah seperti membaca dzikir,
duduk di tempat shalat dan lain sebagainya.
B.
Shalat-Shalat Sunnah
1. Shalat
Rawatib
Yang dimaksud dengan shalat rawatib adalah shalat sunnah
yang dilakukan sebelum dan setelah shalat wajib lima waktu. Shalat rawatib yang
sangat dianjurkan dan selalu dilakukan oleh Nabi Saw. baik sewaktu di rumah
ataupun dalam perjalanan berjumlah 10 raka’at sebagai berikut:
a.
Dua raka’at sebelum Subuh dan ini yang paling utama
b.
Dua raka’at sebelum Dhuhur
c.
Dua raka’at setelah Dhuhur, Magrib dan Isya’
2. Shalat
Dhuha
Shalat Dhuha adalah shalat yang penuh berkah. Shalat
Dhuha paling sedikit dilakukan dua raka’at dan paling banyak dilakukan 12
raka’at yang dilakukan dua-dua.
Waktu shalat Dhuha mulai dari naiknya matahari kira-kira
satu tombak sampai bergesernya matahari dari tengah langit (waktu zawal).
Niat shlat Dhuha sebagai berikut:
أُصَلِّيْ سُنَّةَ الضُّحَى رَكْعَتَيْنِ لِلَّهِ تَعَالَى
“Saya niat shalat sunnah Dhuha dua rakat karena Allah Swt”.
3. Shalat
Tarawaih
Shalat sunnah tarawaih sangat dianjurkan. Shalat inilah
yang dimaksudkan dengan qiyamu Ramadhan (menghidupkan bulan Ramadhan)
dalam sabda Nabi Muhammad Saw.:
مَنْ قَامَ رَمَضَانَ إِيْمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ
مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ (رَوَاهُ الشَّيْخَانِ)
“Barang
siapa yang menghidupkan bulan Ramadhan dengan penuh keimanan dan mengharap
pahala, maka dia akan diampuni dosanya yang telah lalu dan yang akan datang”.
(H.R. Buhkari dan Muslim)
Waktu shalat
tarawaih dimulai sejak melaksanakan shalat Isya’ sampai terbitnya Fajar Shadik
di malam-malam bulan Ramadhan. Shalat tarawaih paling sedikit dilakukan dua
raka’at dan paling banyak dilakukan 20 rak’at. Dalam shalat tarawaih wajib
salam setiap dapat dua raka’at.
Niat shalat
tarawaih sebagai berikut:
أُصَلِّيْ
سُنَّةَ التَّرَاوِيْحِ رَكْعَتَيْنِ لِلَّهِ تَعَالَى
“Saya niat
shalat sunnah tarawaih dua raka’at karena Allah Swt”.
4. Shalat
Aidul Fitri dan Aidul Adha
Shalat sunnah
dua hari raya (Aidul Fitri dan Aidul Adha) sangat dianjurkan. Adapun tata cara shalat dua hari
raya sebagai berikut:
a.
Shalat hari raya berjumlah dua raka’at
b.
Raka’at pertama setelah doa iftitah membaca takbir tujuh
kali
c.
Raka’at kedua sebelum membaca surah Al-Fatihah membaca
takbir sebanyak lima kali.
d.
Di setiap takbir disunnahkan mengangkat kedua tangan
Adapun niat shalat dua hari raya sebagai berikut:
-
Hari raya aidul fitri
أُصَلِّيْ سُنَّةً لِعِيْدِ الْفِطْرِ رَكْعَتَيْنِ لِلَّهِ
تَعَالَى
“Saya niat shalat sunnah hari raya aidul
fitri dua raka’at karena Allah Swt.”.
-
Hari raya aidul Adha
أُصَلِّيْ سُنَّةً لِعِيْدِ الْأَضْحَى رَكْعَتَيْنِ
لِلَّهِ تَعَالَى
“Saya niat shalat sunnah hari raya aidul
fitri dua raka’at karena Allah Swt.”.
Pada hari raya sunnah memakai minyak
wangi (parfum), berhias, membaca takbir sampai datang ke tempat shalat, pergi
menuju tempat shalat berjalan kaki seraya membaca takbir.
BAB
IV
PUASA
(SHAUM)
A.
Puasa (shaum)
1.
Definisi Puasa (shaum)
Puasa (shaum) secara etimologi adalah penahanan
diri secara umum, seperti menahan diri untuk tidak berbicara dan lain
sebagainya. Sedangkan secara terminologi puasa adalah menahan diri dari hal-hal
yang membatalkan mulai sejak terbitnya matahari sampai termbenamnya matahari.
Allah Swt. mewajibkan puasa Ramadhan kepada kaum muslimin
yang mampu dan mensunahkan kaum muslimin untuk menghidupkan bulan Ramadhan.
Nabi bersabda:
مَنْ قَامَ رَمَضَانَ إِيْمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ
مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ (رواه الشيخان)
“Barang siapa yang menghidupkan bulan Ramadhan dengan penuh
keimanan dan mengharap pahala, maka dia akan diampuni dosanya yang telah lalu
dan yang akan datang”. (H.R. Buhkari dan Muslim)
2. Macam-macam Puasa
Puasa dibagi menjadi tiga macam; yaitu:
a.
Puasa Umum
Puasa umum
adalah menahan diri dari hal-hal yang membatalkan puasa mulai dari terbitnya
matahari sampai terbenamnya matahari.
b.
Puasa Khusus
Menahan
anggota tubuh dari melakukan hal-hal yang berdosa dan menjaga perut dari
mengkonsumsi barang haram dan syubhat. Nabi Muhammad Saw. bersabda:
خَمْسٌ يُفْطِرْنَ الصَّائِمَ: الْكَذِبُ, وَالْغِيْبَةُ,
وَالنَّمِيْمَةُ, وَالنَّظْرُ بِشَهْوَةٍ, وَالْيَمِيْنُ الْكَاذِبَةُ (أخرجه ابن
ماجه وأحمد)
“Ada lima hal yang bisa membatalkan
[pahala] orang yang berpuasa; dusta, menggunjing, mengadu-domba, melihat dengan
nafsu dan sumpah yang dusta”
c.
Puasa Khususul Khusus
Yang dimaksud dengan puasa khususul khusus adalah menahan
diri dari selain Allah.
3. Siapa Saja yang
Wajib Puasa Ramadhan
Puasa Ramdhan bisa wajib atas sesorang jika memenuhi
salah satu dari lima syarat berikut:
a.
Menyempurnakan bulan Sya’ban 30 hari
b.
Melihat bulan bagi orang yang melihatnya walaupun
statusnya fasik
c.
Ketetapan bahwa bulan dilihat dengan persaksian yang adil
bagi orang yang tidak melihat bulan secara langsung
d.
Kabar dari orang yang bisa dipercaya bahwa bulan sudah
terlihat, baik kabarnya masuk ke hati atau tidak. Atau kabar dari orang yang
tidak bisa dipercaya tapi kebenaran kabarnya mantap di dalam hati
e.
Praduga kuat akan masuknya bulan Ramadhan bagi orang yang
tidak bisa membedakan bulan, apakah sudah masuk Ramadhan atau tidak; seperti
orang yang sedang di sel tahanan.
4. Syarat Shah Puasa
Puasa bisa shah jika dilakukan oleh orang yang memenuhi
empat syarat; yaitu:
a.
Islam
b.
Berakal
c.
Suci dari haid dan nifas
d.
Mengetahui bahwa waktu yang ia guanakan untuk puasa
memang bisa dibuat waktu puasa.
5. Syarat Wajib Puasa
Ramadhan
a.
Islam
b.
Mukallaf
c.
Mampu melakukan puasa
d.
Sehat
e.
Tidak sedang bepergian
6. Rukun Puasa Ada
Tiga
a.
Niat puasa setiap malam hari di bulan Ramadhan. Bila di
malam awal bulan Ramadhan niat sekaligus untuk semua bulan Ramadhan, maka tidak
cukup niat tersbut kecuali untuk hari pertama. Akan tetapi sebaiknya dalam hal
ini kita taklid (ikut) madzhabnya Imam Malik, sepaya ketika di malam
berikutnya kita lupa berniat masih mendapatkan nilai puasa besok harinya
(shah).
b.
Meninggalkan hal-hal yang membatalkan puasa
c.
Orang yang berpuasa. Maksudnya rukun yang ketiga adalah
orang yang berpuasa itu sendiri.
7. Hal-hal yang
Membatalkan Puasa
Puasa bisa batal sebab beberapa hal berikut:
a.
Murtad (keluar dari islam)
b.
Haid dan nifas atau melahirkan
c.
Gila walau sebentar
d.
Pingsan dan mabuk dengan sengaja jika keduanya
berlangsung seharian (lama).
e.
Memasukkan sesuatu ke dalam perut melalui lubang yang
terbuka dengan sengaja.
f.
Jima’ (Bersetubuh) dengan sengaja.
g.
Keluar sperma dengan sengaja.
8. Orang-orang yang
puasanya batal (wajib qodho’) tapi wajib imsak (tidak boleh makan dan minum)
a.
(kusus puasa Ramadhan) orang yang dengan sengaja merusak
puasanya dengan cara selain jima’ (bersetubuh). Bila dirusak dengan jima’ secara
sengaja, maka puasanya batal, wajib qodho’ dan wajib membayar denda (kaffarot)[4].
b.
Orang yang tidak berniat di malam hari.
c.
Orang yang makan sahur dikira masih malam hari ternyata
sudah siang.
d.
Orang yang berbuka puasa dikira matahari sudah terbenam
ternyata belum.
e.
Orang yang dalam anggapannya tanggal 30 Sya’ban tapi
ternyata sudah masuk bulan Ramdhan
f.
Orang yang terlalu kuat dalam berkumur dan menghisap air
ke dalam hidung.
B.
I’tikaf
1. Definisi i’tikaf
I’tikaf secara etimologi adalah menetapi sesuatu, baik
maupun buruk. Sedangkan secara terminologi i’tikaf adalah diam di masjid dengan
cara tertentu.
2. Dasar i’tikaf
a.
Firman Allah Swt. surah Al-Baqarah ayat 187
وَلَا تُبَاشِرُوْهُنَّ وَأَنْتُمْ عَاكِفُوْنَ فِي
الْمَسَاجِدِ (البقرة:187).
“... (tetapi)
janganlah kalian campuri mereka itu, sedang kamu beri’tikaf dalam masjid”.
(Q.S. Al-Baqarah:187).
b.
Sabda Nabi yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Muslim
أَنَّهُ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ اِعْتَكَفَ
الْعَشْرَ الْأَوْسَطَ مِنْ رَمَضَانَ, ثُمَّ اعْتَكَفَ فِي الْأَوَاخِرِ مِنْهُ
وَلَازَمَهُ حَتَّى تَوَفَّاهُ اللهُ تَعَالَى, ثُمَّ اعْتَكَفَ أَزْوَاجُهُ مِنْ
بَعْدِهِ.
“Sesungguhnya
Nabi Saw. selalu beri’tikaf di 10 hari Ramadhan yang tengah. Kemudian 10 hari akhir
Ramadhan dan beliau selalu seperti itu hingga beliau meninggal dunia, kemudian
setelah Nabi istri-istri beliau juga melakukannya” (H.R. Bukhari dan
Muslim).
3. Hukum i’tikaf
I’tikaf hukumnya sunnah di setiap waktu. Namun di 10 hari
akhir bulan Ramdhan lebih utama dari pada waktu lain, untuk meraih malam lailatul
qodar.
4. Syarat i’tikaf
I’tikaf mempunyai dua syarat sebagai berikut:
a.
Niat. Bentuk niatnya sebagai berikut:
نَوَيْتُ الْاِعْتِكَافَ فِي هَذَا الْمَسْجِدِ سُنَّةً
لِلَّهِ تَعَالِى.
“Saya niat untuk melakukan i’tikaf sunnah di masjid ini
karena Allah Swt ”.
b.
Diam dalam masjid melebihi lama durasi thuma’ninah,
sekiranya diamnya mu’takif (orang yang beri’tikaf) dianggap tinggal di
masjid.
C.
Adab-Adab Masuk Masjid
1. Keutamaan Masjid
Masjid adalah rumah Allah Swt. yang wajib kita hormati.
Dalam masjid terdapat rahmat Allah yang diberikan kepada hambanya. Allah Swt.
berfirman dalam sebuah hadits Qudsi yang diriwayatkan oleh shahabat Abu Sa’id
Al-Khudri, dia berkata: “Sesungguhnya Rasulullah bersabda tentang apa yang
diterima dari Tuhannya, Allah Swt. berfirman: “sesungguhnya rumah-rumah-Ku di
bumi adalah masjid-masjid-Ku. Dan sesungguhnya para tamu-Ku merekalah yang
memakmurkannya. Maka beruntung seorang hamba yang dari rumahnya bersuci
kemudian datang berkunjung kepada-Ku di rumah-Ku. Maka pasti Dzat yang
dikunjungi akan memuliakannya”. (H.R. Abu Nuhaim)
2. Adab masuk masjid
a.
Mendahulukan kaki kanan
b.
Membaca doa
اَللَّهُمَّ اغْفِرْ لِيْ ذُنُوْبِيْ وَافْتَحْ لِيْ
أَبْوَابَ رَحْمَتِكَ
“Ya Allah, ampunilah dosa-dosaku. Dan bukalah untukku
pintu-pintu rahmat-Mu”
3. Adab ketika di
dalam masjid
a.
Shalat dua raka’at tahyatal masjid (penghormatan
masjid)
Niat shalat
sunnah tahyatal masjid sebagai berikut:
أُصَلِّيْ سُنَّةً رَكْعَتَيْنِ تَحْيَةَ الْمَسْجِدِ
لِلَّهِ تَعَالَى
“Saya niat
shalat sunnah dua rakaat untuk menghormati masjid karena Allah Swt”.
b.
Niat i’itikaf
c.
Tidak berteriak-teriak
d.
Tidak berkata kotor
e.
Membaca Al-Quran dan hal-hal yang baik
f.
dll
4. Adab ketika keluar
masjid
a.
Mendahulukan kaki kiri
b.
Membaca doa:
اَللَّهُمَّ اغْفِرْ لِيْ ذُنُوْبِيْ وَافْتَحْ لِيْ
أَبْوَابَ فَضْلِكَ
“Ya Allah, ampunilah dosa-dosaku. Dan
bukalah untukku pintu-pintu anugerah-Mu”
D.
Zakat fitrah
1.
Syarat Wajib
Zakat Fitrah
Zakat
fitrah wajib sebab tiga perkara; yaitu:
a. Islam,
maka orang kafir tidak wajib mengeluarkan zakat fitrah kecuali untuk budak dan
kerabatnya yang muslim.
b. Terbenamnya
matahari di akhir bulan Ramadhan.
Maka, orang yang meninggal sebelumnya tidak wajib zakat fitrah.
c. Adanya
makanan pokok yang melebihi kebutuhan diri, dan orang-orang muslim yang wajib
dinafkahi di hari raya dan malamnya.
2.
Yang Wajid
Dizakati Fitrah dan Kadar Timbangan yang Wajib Dikeluarkan
Zakat
fitrah wajib dikeluarkan untuk diri sendiri dan orang yang wajib dinafkahi,
baik istri, orangtua maupun anak. Untuk masing-masing dari mereka dikeluarkan
zakatnya sebesar satu sha’ (2.75 Kg) dari makanan pokok yang berlaku di
negaranya muzakki (orang yang mengeluarkan zakat).
3.
Waktu Pembayaran
Zakat Fitrah
Boleh
hukumnya mendahulukan pembayaran zakat sejak awal Ramadhan. Namun yang paling
utama pembayaran zakat dilakukan pada hari raya sebelum shalat. Makruh membayar
zakat fitrah di hari raya setelah shalat. Dan haram membayar zakat fitrah
setelah hari raya.
4.
Golongan yang
berhak menerima zakat
Golongan
yang berhak menerima zakat ada delapan; yaitu:
a. Para
Fuqoro (orang-orang fakir)
b. Para
Masakin (orang-orang miskin)
c. Amil
zakat (orang yang diangkat pemerintah untuk mengambil zakat dan menyerahkannya
kepada yang berhak)
d. Orang
yang hatinya masih lemah (baru masuk islam)
e. Budak
mukatab (budak yang mencicil kemerdekaannya kepada tuannya)
f. Orang
yang terbelit hutang
g. Orang
yang berperang di jalan Allah
h. Dan
orang yang sedang menempuh perjalanan.
5.
Sistem penyerahan zakat
Dalam mengeluarkan zakat wajib adanya niat. Dan
pendistribusian zakat wajib diberikan secara merata pada golongan di atas atau
orang-orang yang ada dari golongan mereka. Ini berlaku bila kadar zakat yang
dikeluarkan mencukupi untuk itu. Bila tidak, maka minimal diberikan kepada tiga
orang dari masing-masing golongan.
Dalam sebagian pendapat boleh hukumnya menyerahkan zakat
pada satu golongan dan bahkan boleh hukumnya menyerahkan zakat satu orang pada
satu orang mustahiq.
DAFTAR PUSTAKA
Al-Anshari, Abu Zakaria, Zakariya
bin Yahya, Fathul Wahhab, Darul Kutub Al-Ilmiyah, Berut, Syamilah Aswaja
(2008).
Al-Mihsry,
Abu Bakar bin Muhammad Syatha Ad-Dimyati, Hasyiyah I’anatut Tholibin,
Al-Haramain, Indonesia, (2007)
Al-Haddad, Abdullah bin Alwi, An-Nashaih Ad-Diniyah
Wal-Washaya Al-Imaniyah, Darul Kutub Al-Ilmiyah, Berut (2012).
Al-Kaff,
Hasan bin Ahmad, At-Taqrirotus Syadidah, Darul Ilmi Wadda’wah, Yaman,
(2006)
Al-Jawi,
Muhammad Nawawi, Syarah Muroqil Ubudiyah, Darul Kutub Al-Islamiyah,
Jakarta Indonesia, (2007)
Al-Ghizzi,
Muhammad bin Qosim, Fathul Qoribul Mujib, Darul Kutub Al-Islamiyah,
Jakarta Indonesia, (2003)
Asy-Syathiri,
Ahmad bin Umar, Nailur Roja Bisyarhi Safinatun Naja, Darul Kutub
Al-Islamiyah, Jakarta Indonesia, (2011)
As-Syairozi, Abu Ishak, Ibrahim bin Ali bin Yusuf, Al-Muhadz-dzab,
Darul Fikr, Berut, Syamilah Aswaja (2008).
Bin
Smith, Zein bin Ibrahim, Syarah Hdits Jibril, Darul Ilmi Wadda’wah,
Yaman, (2004)
Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya,
Penerbit Pustaka Agung Harapan (2010).
[2] Cairan putih yang kental dan kotor yang keluar
dari kemaluan sehabis kencing atau ketika membawa beban yang berat.
[3] Aurat
perempuan dalam shalat seluruh anggota badannya, kecuali telapak tangan dan
wajah. Sedangkan aurat laki-laki dalam shalat adalah anggota tubuh yang ada
antara pusar dan lutut.
[4] Memerdekakan
budak mukmin yang selamat dari aib yang menggagu pekerjaan, jika tidak bisa puasa
dua bulan berturut-turut, bila tidak mampu memberi makan 60 orang miskin.
Perkepala satu mud.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar