Jumat, 09 September 2016

Materi Ramadhan Fiqh Dasar

KATA PENGANTAR
Al-Hamdulillah, merupakan ungkapan syukur yang tidak ada henti-hentinya kita ucapkan kepada Allah Swt. sebagai rasa syukur atas segala nikmat yang telah Ia berikan kepada kita. Shalawat serta salam semoga tetap tercurahkan kepada junjungan kita Nabi Muhammad Saw. yang telah menunjukkan kepada kita jalan menju keselamatan dan yang telah menjelaskan kepada kita syariat Allah yang menjadi kunci kesuksesan kita dunia dan akhirat.
Bulan Ramadhan adalah bulan yang mulia. Bulan di mana Allah Swt. menurunkan Al-Quran kepada Nabi Saw. Bulan di mana Allah Swt. Mewajibkan puasa kepada kita. Di bulan ini Allah membuka pintu rahmat selebar-lebarnya dan membelenggu setan. Kebaikan di bulan ini pahalanya dilipat-gandakan.
Demi meraih pahala sebanyak-banyaknya di bulan Ramadhan, maka penulis selaku pengajar pendidikan Agama Islam, terpanggil untuk menulis ringkasan materi fiqh keseharian siswa-siswi SMA Negeri Pronojiwo, sebagai kaum muslimin secara khusus dan kaum muslimin pada umumnya. Materi ini sengaja penulis susun menjadi empat bab; yaitu: Bab I membahas akidah (keyakinan) yang mencakup rukun agama yaitu islam, iman dan ihsan. Bab II membahas thaharoh (bersuci) yang membahas definisi thaharoh, macam-macam air, macam-macam najis, wudlu, mandi besar (ghusl) dan hadats. Bab III membahas shalat yang mencakup shalat lima waktu dan shalat-shalat sunnah. Bab IV membahas puasa yang mencakup puasa, i’tikaf, adab-adab masuk masjid dan zakat fitrah.
Buku ini masih jauh dari sempurna. Sebab itu, bila pembaca menemukan kesalahan baik yang berhubungan dengan tata cara penulisan, penggunaan kosa kata, lebih-lebih yang berkaitan dengan materi mohon untuk dibetulkan atau menghubungi penulis.
Tidak lupa penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada semua guru SMA Negeri pronojiwo yang telah membimbing penulis sehingga muncul ringkasan materi fiqh keseharian ini. Terutama penulis haturkan terima kasih kepada Kepala Sekolah SMA Negeri Pronojiwo Bapak Moh. Yatim Khudlori, M.Pd dan segenap jajaran Wakasek SMA Negeri Pronojiwo. Semoga ringkasan materi ini bisa membantu para siswa dan siswi untuk menjadi ibadillahis shalihin (hamba Allah yang shaleh). Amin.

Guru PAI

Dumyati, S.Pd.I


DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ……………………………………………        01
DAFTAR ISI  ……………………………………………………..        03
BAB I AKIDAH  
  1. Rukun agama ………………………………………………        04
1.      Islam …………………………………………………...        04
2.      Iman  ……………………………………………………       05
3.      ihsan ……………………………………………………        05
BAB II THAHAROH
  1. Definisi Thaharoh  …………………………………………        07
  2. Macam-macam Air  ………………………………………..        07
  3. Macam-macam Najis dan Cara Mensucikannya  ………….        08
  4. Wudlu  ……………………………………………………..        10
  5. Mandi Besar  ……………………………………………….       12
  6. Hadats  ……………………………………………………..        13
BAB III SHALAT
  1. Shalat Lima Waktu  ………………………………………..        15
  2. Shalat-Shalat Sunnah   ……………………………………..        24
BAB IV PUASA
  1. Puasa ……………………………………………………….        27
  2. I’tikaf   ……………………………………………………..        30
  3. Adab-adab Masuk Masjid   ………………………………..         32
  4. Zakat Fitrah  ……………………………………………….        33
DAFTAR PUSTAKA  ……………………………………………        35



BAB I
AKIDAH
A.    Rukun Agama
Agama yang benar menurut Allah Swt. terbangun di atas tiga pilar yang kokoh. Yaitu:
1.      Islam
Islam adalah patuh dan tunduk terhadap semua hukum syariat yang dibawa oleh Rasulullah Saw. dari Allah Swt. Islam merupakan agama yang dipilih oleh Allah untuk hamba-hambanya. Dia tidak menerima agama selain Islam. Allah Swt. berfirman:
"إِنَّ الدِّيْنَ عِنْدَ اللهِ الْإِسْلَامُ" (آل عمران:19)
Artinya: “Sesungguhnya agama yang benar menurut Allah adalah Islam” (Q.S. Ali Imran;19)
Dalam ayat lain Allah Swt. berfirman:
"وَمَنْ يَبْتَغِ غَيْرَ الْإِسْلَامِ دِيْنًا فَلَنْ يُقْبَلَ مِنْهُ وَهُوَ فِي الْآخِرَةِ مِنَ الْخَاسِرِيْنَ" (آل عمران:85)
Artinya: “Barangsiapa yang mencari agama selain Islam, maka tidak akan diterima. Dan dia di akhirat termasuk  (golongan) orang-orang yang rugi” (Q.S. Ali Imran;19)

Rukun Islam ada lima; yaitu:
a.       Mengucapkan dua kalimat syahadat dengan lisan
b.      Mendirikan shalat lima waktu sehari semalam
c.       Mengeluarkan zakat
d.      Berpuasa di bulan Ramadhan
e.       Haji ke baitullah bagi yang mampu

Catatan: Dari rukun islam muncullah disiplin ilmu fiqh. Ilmu Fiqh adalah mengetahui hukum-hukum syariat yang bersifat amaliah (pekerjaan) yang telah Allah wajibkan kepada semua kaum muslimin untuk melaksanakannya.

2.      Iman
Ada beberapa pengertian tentang iman; di antaranya:
-          Membenarkan dengan mantap terhadap segala apa yang sudah pasti dibawa oleh Nabi Muhammad Saw. dari Allah Swt.
-          Membenarkan dengan hati, mengakui dengan lisan dan mengaplikasikannya dalam tindakan nyata.

Rukun Iman ada enam; yaitu:
a.       Iman kepada Allah Swt
b.      Iman kepada para malaikat Allah
c.       Iman kepada kitab-kitab Allah
d.      Iman kepada para Rasul Allah
e.       Iman kepada Hari Akhir (Hari Kiamat)
f.       Iman kepada keputusan (qodar) Allah, baik maupun buruk.

Catatan: Dari rukun iman ini, muncullah disiplin ilmu tauhid. Ilmu Tauhid adalah mengetahui hal-hal yang wajib diyakini oleh orang muslim yang sudah mukallaf. Baik yang berupa perkara-perkara yang berhubungan dengan ketuhanan, kenabian dan hal-hal yang didengar dari para nabi.

3.      Ihsan
Ihsan adalah melaksanakan ibadah dengan tepat sesuai dengan tata cara yang telah diperintahkan. Seperti khusyu’, tunduk, ikhlas dan merasa hadir di hadapan Allah Swt.. Semua itu bisa dicapai apabila menghadirkan keagungan dan kebesaran Allah serta dengan perasaan selalu dipantau oleh Allah Swt. dalam segala gerak-gerik dan diamnya.
Dalam potongan hadits Jibril, pengertian ihsan dijelaskan oleh Nabi Saw. Dengan sabda beliau: “hendaknya engkau menyembah Allah seakan-akan engkau melihatnya. Apabila engkau tidak dapat melakukakannya maka yakini bahwa Allah melihat engkau” .

Catatan: dari rukun ihsan ini, muncullah ilmu tashawwuf. Ilmu Tashawwuf adalah mengetahui perilaku hati yang baik yang wajib dimiliki, seperti hal-hal yang mengantarkan pada keselamatan, dan perilaku hati yang jelek yang wajib dihindari. Seperti hal-hal yang mengantarkan pada kerusakan.




















BAB II
THAHAROH

A.    Definisi Thaharoh
Thaharoh secara etimologi adalah bersih dan bebas dari kotoran yang tampak, seperti bersuci dari hadats dan kotoran atau dari kotoran yang tidak tampak, seperti bersuci dari penyakit hati. Sedangkan secara terminologi thaharoh adalah menghilangkan hadats, menghilangkan najis atau apa yang searti dengan keduanya, seperti beristinja’ dengan batu atau yang serupa dengan keduanya, seperti mandi-mandi yang disunnahkan.
Bentuk thaharoh ada empat; yaitu: wudlu, mandi besar (ghusl), tayammum dan menghilangkan najis. Sedangkan sarana thaharoh ada empat; yaitu: air, debu, alat penyamak dan batu istinjak.

B.     Macam-Macam Air
1.      Air dilihat dari tempatnya terbagi menjadi tujuh. Dan tujuh ini disederhanakan menjadi dua bagian;
a.       Berasal dari langit. Ada tiga; yaitu: air hujan, air es dan air embun
b.      Berasal dari bumi. Ada empat; yaitu: air laut, air sumur, air sungai dan air sumber (mata air).
Semua air di atas hukumnya suci dan bisa mensucikan (thahur).

2.      Sedangkan air dilihat dari aspek hukumnya terbagi menjadi tiga; yaitu:
a.       Air suci dan mensucikan (Thahur atau Air Mutlak).
Yang dimaksud dengan air mutlak adalah air yang masih pada nama semula. Tidak terikat dengan suatu nama apapun; seperti air sungai, sumur dan air laut. Semua air tersebut hukumnya suci dan mensucikan. Beda halnya dengan air teh dan air kopi, maka tidak bisa mensucikan karena sudah terikat dengan sebuah nama yang mengikat. Maksudnya, air kopi dan teh walaupun dipindah ke tempat yang berbeda-beda akan tetap dengan namanya. Orang-orang akan menyebutnya dengan nama air kopi dan teh.
b.      Air suci tapi tidak mensucikan
Termasuk kategori air ini adalah air musta’mal; yakni air yang sudah digunakan dalam thaharah wajib (bersuci wajib).
Air bisa dikatakan musta’mal (suci tapi tidak bisa mensucikan) jika memenuhi empat syarat; yaitu:
1)      Air itu sedikit (kurang dari dua Qulah/217 l)
2)      Sudah digunakan dalam bersuci wajib; yakni menghilangkan hadats atau menghilangkan najis
3)      Air tersebut sudah lepas dari anggota tubuh yang dibasuh.
4)      Waktu menyentuh air tidak berniat menciduk.

c.       Air najis atau air yang terkena najis
Maksudnya air yeng terkena najis. Ada beberapa keadaan air yang terkena najis; di antaranya:
1)      Air sedikit, kurang dua Qullah (kurang dari 217 l), maka hukumnya langsung najis ketika kemasukan najis. Tanpa memandang apakah air itu berubah sebab najis tersebut atau tidak.
2)      Air banyak, mencapai dua Qullah atau lebih, maka bila kemasukan najis tidak bisa langsung dihukumi najis, tapi dilihat apakah berubah atau tidak. Bila berubah maka hukumnya najis. Bila tidak, maka hukumnya tetap suci dan mensucikan.

C.    Macam-Macam Najis dan Cara Mensucikannya
1.      Najis
Najis secara etimologi adalah sesuatu yang menjijikkan. Sedangkan secara terminologi najis adalah sesuatu yang menjijikkan yang dapat mencegah keabshan shalat, sekiranya tidak ada dispensasi (kemurahan).
Najis dilihat dari aspek hukumnya dibagi menjadi tiga; yaitu:
a.       Mugholladzoh (Najis Kategori Berat)
Najis kategori berat seperti najis anjing dan babi atau hewan yang lahir dari persilangan dua hewan tersebut atau dari salah satunya dengan hewan suci.
Catatan: Sesuatu yang bersentuhan dengan babi atau anjing bisa najis jika sesuatu tersebut basah atau anjing dan babi yang basah. Jika sama-sama kering maka hukumnya tidak najis.
b.      Mukhoffafah (Najis Kategori Ringan)
Najis kategori ringan seperti kencing anak kecil yang hanya makan ASI saja dan usianya belum mencapai dua tahun.
c.       Mutawassithah (Najis Kategori Sedang)
Najis kategori sedang adalah semua najis selain dua kategori di atas. Seperti najis minuman keras, darah, nanah, bangkai selain manusia, ikan dan belalang, kencing, madzi[1], wadi[2], kotoran, maninya anjing dan babi dan susu hewan yang tidak bisa dimakan dagingnya.

2.      Cara mensucikan najis
a.       Najis kategori berat bisa suci dengan cara dibasuh tujuh kali yang salah satunya dicampur dengan debu.
Mencampur air dengan debu bisa dengan cari debu dicampurkan ke dalam air sebelum diletakkan ke tempat najis atau dengan cara debu ditaruh ke tampat najis kemudian disiram dengan air.
b.      Najis kategori ringan bisa suci dengan cara memercikkan air ke tempat najis tersebut. Namun dengan syarat air yang dipercikkan memenuhi dan menutupi najisnya (lebih banyak).
c.       Sedangkan najis kategori sedang dibagi menjadi dua.
1)      ‘Ainiyah yakni najis kategori sedang yang ada bau, warna dan rasanya. Cara mensucikannya adalah dengan cara menghilangkan warna, bau dan rasanya terlebih dahulu sebelum disucikan dengan air.
2)      Hukmiyah yakni najis kategori sedang yang sudah tidak berbau, berwarna dan berasa. Cara mensucikannya cukup mengalirkan air ke tempat najis tersebut.

D.    Wudlu
1.      Keutamaan Wudlu
-          Nabi bersabda:
لَا يَسْبِغُ عَبْدٌ اَلْوُضُوْءَ إِلَّا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ وَمَا تَأَخَّرَ (أَخْرَجَهُ الْبَزَّارُ).
Tidaklah seorang hamba menyempurnakan wudlunya kecuali dia telah diampuni dosanya yang sudah lalu dan yang akan datang”. (H.R. Al-Bazzar).
-          Nabi bersabda:
مَنْ تَوَضَّأَ فَأَحْسَنَ الْوُضُوْءَ خَرَجَتْ خَطَايَاهُ مِنْ جَسَدِهِ حَتَّى تَخْرُجَ مِنْ أَظْفَارِهِ. (أَخْرَجَهُ مُسْلِمٌ).
Barangsiapa berwudlu, kemudian dia melakukannya dengan baik, maka dosa-dosanya keluar dari jasadnya bahkan juga dari kuku-kukunya”. (H.R. Muslim)

2.      Fardlunya Wudlu
Wudlu termasuk cara bersuci yang berfungsi menghilangkan hadats kecil. Adapun fardlunya wudu’ ada enam
a.       Niat menghilangkan hadats, niat melakukan wudlu’ dan atau bersuci untuk melakukan shalat. Lebih mudahnya niat wudlu sebagaimana berikut:
-        نَوَيْتُ رَفْعَ الْحَدَثِ الْأَصْغَرِ
Saya niat menghilangkan hadats kecil
-        نَوَيْتُ الْوُضُوْءَ
Saya niat wudlu
-        نَوَيْتُ الطَّهَارَةَ لِلصَّلَاةِ
Saya niat bersuci untuk melaksanakan shalat
-          نَوَيْتُ الْوُضُوْءَ لِرَفْعِ الْحَدَثِ الْأَصْغَرِ فَرْضًا لِلَّهِ تَعَالَى
Saya niat wudlu untuk menghilangkan hadts kecil karena kewajiban untuk Allah Swt”.
Niat ini dilakukan bersamaan dengan membasuh awal bagian dari wajah.
b.      Membasuh wajah. Mulai dari tempat tumbuhnya rambut di atas dahi sampai dagu. Dan di antara dua telinga.
c.       Membasuh kedua tangan sampai kedua sikut.
d.      Mengusap sebagian kulit kepala atau rambut yang ada di daerah kepala.
e.       Membasuh kedua kaki sampai kedua mata kaki.
f.       Tertib. Yakni melakukan pergerakan wudlu berurutan sesuai dengan urutan yang telah dicontohkan oleh Nabi Saw.

3.      Sennah Wudlu
Sebenarnya sunnah wudlu banyak sekali. Namun yang sangat dianjurkan adalah sebagai berikut:
a.       Sebelum Wudlu
Bersiwak (membersihkan kotoran digigi), berkumur, menghisap air ke dalam hidung,  membasuh kedua telapak tangan, membaca basmalah dan lain sebagainya.
b.      Ketika Wudlu
Melakukan setiap pekerjaan wudlu tiga kali, mengusap seluruh kepala dengan air, mengusap kedua telinga, mendahulukan anggota kanan, menyelah-nyelahi kedua tangan dan kaki ketika membasuh dan lain sebagainya.

c.       Setelah Wudlu’
Meminum sisa air wudlu, membaca doa setelah wudlu, adapun doanya sebagai berikut:
أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ, وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ, اَللَّهُمَّ اجْعَلْنِيْ مِنَ التَّوَّابِيْنَ, وَاجْعَلْنِيْ مِنَ الْمُتَطَهِّرِيْنَ, وَاجْعَلْنِيْ مِنْ عِبَادِكَ الصَّالِحِيْنَ.
Aku bersaksi: bahwa tidak ada tuhan selain Allah, semata, tidak ada sekutu bagi-Nya. Dan aku bersaki: bahwa Muhammad adalah hamba dan utusan-Nya. Ya Allah, jadikanlah aku termasuk golongan orang-orang yang bertaubat, jadikanlah aku termasuk orang-orang yang bersuci dan jadikanlah aku termasuk hamba-hamba-Mu yang shaleh”.

E.     Mandi Besar (Ghusl)
Ghusl atau mandi besar termasuk cara bersuci yang berfungsi untuk menghilangkan hadats besar. Adapun fardlunya mandi besar atau ghusl ada dua, sebagaimana berikut:
1.      Niat
Niat dalam ghusl atau mandi besar sebagaimana berikut:
نَوَيْتُ غُسْلًا لِرَفْعِ الْحَدَثِ الْأَكْبَرِ فَرْضًا لِلَّهِ تَعَالَى.
Saya niat mandi besar untuk menghilangkan hadats besar karena  kewajiban untuk Allah Swt”.
2.      Membasuh sekujur tubuh dengan air secara merata.

F.     Hadats
Hadats dibagi menjadi dua; yaitu:
1.      Hadats besar
a.       Penyebabnya
Penyebab hadats besar ada enam; yaitu:
1)      Haid
2)      Nifas
3)      Melahirkan
4)      Memasukkan kepala kemaluan laki-laki ke dalam kemaluan perempuan (bersetubuh)
5)      Keluar sperma
6)      Meninggal dunia
b.      Cara menghilangkannya
Hadats besar bisa dihilangkan dengan cara ghusl (mandi besar).
c.       Hal-hal yang haram dilakukan oleh orang yang punya hadats besar
1)      Jika hadats besar itu sebab junub (keluar mani atau bersetubuh) maka haram baginya enam perkara; yaitu: shalat, thawaf, menyentuh Al-Quran, membawanya, diam dalam masjid dan membaca Al-Quran.
2)      Bila penyebabnya karena haid, maka haram baginya melakukan enam perkara di atas, berpuasa, talak, lewat dalam masjid jika khawatir mengotorinya dan bersenang-senang dengan anggota tubuh di antara pusar dan lutut.


2.      Hadats kecil
a.       Penyebab hadats kecil ada empat; yaitu:
1)      Keluarnya sesuatu dari dua jalan tembus (qubul dan dubur), baik berupa angin atau sesuatu yang lain kecuali sperma.
2)      Hilang akal, baik sebab tidur atau yang lain. Kecuali tidurnya orang yang merapatkan bokongnya ke tempat duduk.
3)      Bersentuhan kulit antara laki-laki dan perempuan yang bukan mahrom dan sudah sampai batas disyahwati (menarik nafsu).
4)      Menyentuh kemaluan anak adam atau bulatan dubur dengan bagian dalam telapak tangan dan jari-jari.
b.      Cara menghilangkannya
Cara menghilangkan hadats kecil adalah dengan cara berwudlu.


c.       Hal-hal yang haram dilakukan oleh orang yang punya hadts kecil
Hal-hal yang haram dilakukan oleh orang yang punya hadats kecil ada empat; yaitu:
1)      Shalat
2)      Thawaf
3)      Menyentuh Al-Quran
4)      Membawa Al-Quran












BAB III
SHALAT

A.    Shalat Lima Waktu
Shalat secara etimologi adalah doa., sebab shalat itu penuh dengan doa. Sedangkan secara terminologi shalat adalah perkataan-perkataan tertentu dan pekerjaan-pekerjaan tertentu yang dimulai dengan takbir dan diakhiri dengan salam.
1.      Syarat Wajib Shalat
Shalat tidak wajib kecuali kepada orang yang memenuhi enam syarat; yaitu:
a.       Islam
b.      Sudah baligh
c.       Berakal
d.      Suci dari haid dan nifas
e.       Orang yang mendengar dakwah perintah shalat
f.       Selamat panca indra (tidak buta dan tuli)

2.      Syarat Shah Shalat
Shalat yang dilakukan seseorang tidak akan shah kecuali memenuhi tujuh syarat; yaitu:
a.       Sudah masuk waktu secara yakin atau dengan berijtihad
b.      Menghadap kiblat
c.       Suci dua dari hadats (hadats besar dan kecil)
d.      Suci dari najis di badan, pakaian dan tempat shalat
e.       Menutup aurat[3]
f.       Mengetahui hukum fardunya shalat
g.      Tidak meyakini satu fardunya shalat sebagai sunnah.

3.      Waktu Shalat Fardlu
Shalat yang diwajibkan kepada kaum muslimin dalam sehari-semalam ada lima waktu. Rincian waktunya sebagai berikut:

a.       Dhuhur
Waktu shalat Dhuhur masuk bersamaan dengan bergesernya matahari dari tengah-tengah langit dan berakhir sampai ukuran bayangan suatu benda di bawah matahari menyamai bendanya.
b.      Ashar
Waktu shalat Ashar masuk bersamaan dengan ukuran bayangan suatu benda di bawah matahari menyamai bendanya sampai terbenamnya matahari.
c.       Maghrib
Waktu shalat Maghrib masuk bersamaan dengan terbenamnya matahari sampai terbenamnya mega merah (menurut pendapat yang lebih populer).
d.      Isya’
Waktu shalat Isya’ masuk bersamaan dengan terbenamnya mega merah sampai terbitnya fajar shadik.
e.       Subuh
Waktu shalat Subuh masuk bersamaan dengan terbitnya fajar shadik sampai terbitnya matahari.

4.      Rukun Shalat
Rukun shalat ada 13 dengan menjadikan thuma’ninah ikut ke dalam rukun-rukun yang lain. Tiga belas rukun ini dibagi menjadi empat. Yaitu:
a.       Rukun Qauli (perkataan)
Disebut rukun Qauli, karena orang yang shalat harus mengucapkannya sampai dia mendengar ucapannya tersebut. Rukun Qauli ada lima; yaitu: takbirotul ihram (takbir di awal shalat), membaca surat Al-Fatihah, membaca tasyahhud akhir, membaca shalawat kepada Nabi Muhammad Saw. dan mengucapkan salam.
b.      Rukun Fi’li (pekerjaan)
Rukun fi’li ada enam; yaitu: berdiri bagi yang mampu, ruku’, i’tidal, sujud, duduk antara dua sujud dan duduk ketika tasyahud akhir.
c.       Rukun ma’nawi (bersifat pemahaman)
Rukun ma’nawi hanya ada satu; yaitu tertib (melakukan pekerjaan shalat berurutan sesuai dengan cara yang telah dicontohkan oleh Nabi Saw.)
d.      Rukun Qolbi (hati)
Rukun Qolbi juga hanya ada satu; yaitu niat di dalam hati.

Rukun shalat secara tertib sebagai berikut:
1)      Niat di dalam hati yang dilakukan bersamaan dengan mengcapkan takbirotul ihram. Yang wajib dihadirkan ketika niat jika shalat fardlu adalah sengaja melakukan shalat, menentukan jenis shalat, dan menyebutkan hukum fardlunya shalat.
Lebih jelasnya contoh niat yang harus dihadirkan dalam hati sebagai brikut:
أُصَلِّيْ فَرْضَ الظُّهْرِ/العَصْرِ/الْمَغْرِبِ/العِشَاءِ/الصُّبْحِ.
Saya niat melakukan shalat wajib Dhuhur/ Ashar/ Maghrib/ Isya’/ Shubuh”.
Catatan: Dalam pokok niat, jika berjamaah dan menjadi makmum, maka tambahkan kata مَأْمُوْمًا   (menjadi makmum). Jika menjadi imam maka tambahkan kata إِمَامًا (menjadi imam).




Adapun niat shalat secara lengkap sebagai berikut:
Jika Shalat sendirian
مُسْتَقْبِلَ الْقِبْلَةِ أَدَاءً لِلَّهِ تَعَالَى
الظُّهْرِ أَرْبَعَ رَكْعَاتٍ
أُصَلِّيْ فَرْضَ

Saya niat melakukan shalat wajib Dhuhur empat raka’at, menghadap kiblat, dalam rangka melaksanakan perintah karena Allah Swt.

Jika shalat menjadi imam
أُصَلِّيْ فَرْضَ
الظُّهْرِ أَرْبَعَ رَكْعَاتٍ
مُسْتَقْبِلَ الْقِبْلَةِ أَدَاءً
إِمَامًا لِلَّهِ تَعَالَى

Saya niat melakukan shalat wajib Dhuhur empat raka’at, menghadap kiblat, menjadi imam, dalam rangka melaksanakan perintah karena Allah Swt.

                        Jika menjadi makmum
أُصَلِّيْ فَرْضَ
الظُّهْرِ أَرْبَعَ رَكْعَاتٍ
مُسْتَقْبِلَ الْقِبْلَةِ أَدَاءً
مَأْمُوْمًا لِلَّهِ تَعَالَى

Saya niat melakukan shalat wajib Dhuhur empat raka’at, menghadap kiblat, menjadi makmum, dalam rangka melaksanakan perintah karena Allah Swt.

Jika shalat Ashar
أُصَلِّيْ فَرْضَ
العَصْرِ أَرْبَعَ رَكْعَاتٍ
مُسْتَقْبِلَ الْقِبْلَةِ أَدَاءً
مَأْمُوْمًا لِلَّهِ تَعَالَى

Saya niat melakukan shalat wajib Ashar empat raka’at, menghadap kiblat, menjadi makmum, dalam rangka melaksanakan perintah karena Allah Swt.

Jika shalat Maghrib
أُصَلِّيْ فَرْضَ
الْمَغْرِبِ ثَلَاثَ رَكْعَاتٍ
مُسْتَقْبِلَ الْقِبْلَةِ أَدَاءً
مَأْمُوْمًا لِلَّهِ تَعَالَى
Saya niat melakukan shalat wajib Maghrib tiga raka’at, menghadap kiblat, menjadi makmum, dalam rangka melaksanakan perintah karena Allah Swt.

Jika shalat Isya
أُصَلِّيْ فَرْضَ
العِشَاءِ أَرْبَعَ رَكْعَاتٍ
مُسْتَقْبِلَ الْقِبْلَةِ أَدَاءً
مَأْمُوْمًا لِلَّهِ تَعَالَى

Saya niat melakukan shalat wajib Isya’ empat raka’at, menghadap kiblat, menjadi makmum, dalam rangka melaksanakan perintah karena Allah Swt.

Jika shalat Subuh
أُصَلِّيْ فَرْضَ
الصُّبْحِ رَكْعَتَيْنِ
مُسْتَقْبِلَ الْقِبْلَةِ أَدَاءً
مَأْمُوْمًا لِلَّهِ تَعَالَى

Saya niat melakukan shalat wajib Subuh dua raka’at, menghadap kiblat, menjadi makmum, dalam rangka melaksanakan perintah karena Allah Swt.

2)      Membaca Takbirotul Ihram
Takbiratul Ihram adalah membaca kalimat الله أكبر
3)      Berdiri bagi yang mampu dalam shalat fardlu
4)      Membaca surah Al-Fatihah
Dalam membaca Al-Fatihah, karena di Indonesia mayoritas masyarakat mengikuti Madzhab Imam Syafi’i maka basmalah termasuk dari surah Al-Fatihah. Oleh sebab itu, jika dalam membaca surah Al-Fatihah tidak membaca basmalah, maka shalatnya batal.
Catatan: Dalam membaca surah Al-Fatihah sangat penting untuk menjaga tajwidnya, baik kefasihan dalam mengucapkan huruf-huruf Surat Al-Fatihah, bacaan madnya, tasdid-tasdidnya dll.
5)      Ruku’ beserta thuma’ninah ketika ruku’
Ruku’ adalah posisi menunduk sekiranya kedua tangan menjangkau kedua lutut.
Thuma’ninah adalah diamnya anggota badan dalam durasi waktu membaca subhanallah.
Dalam ruku’ disunnahkan membaca:
سُبْحَانَ رَبِّيَ الْعَظِيْمِ وَبِحَمْدِهِ 3 x
6)      I’tidal beserta thuma’ninah ketika i’tidal
Yang dimaksud dengan i’tidal adalah kembalinya orang yang shalat (mushalli) pada posisi semula sebelum ruku’.
Ketika mengangkat kepala pada waktu i’tidal sunnah membaca:
سَمِعَ اللهُ لِمَنْ حَمِدَهُ
Dan ketika i’tidal sunnah membaca:
رَبَّنَا لَكَ الْحَمْدُ مِلْءَ السَّمَوَاتِ وَمِلْءَ الْأَرْضِ وَمِلْءَ مَا شِئْتَ مِنْ شَيْئٍ بَعْدُ
7)      Sujud dua kali
Yang dimaksud dengan sujud adalah mushalli meletakkan dahinya ke tempat shalat. Adapun anggota sujud ada tujuh. Maksudnya sujud harus dilakukan pada tujuh anggota tersebut. Tujuh anggota itu adalah: dahi, bagian dalam dua tangan, dua dengkul, bagian dalam jari-jari dua kaki. Namun khusus untuk dahi harus dalam keadaan terbuka, sekiranya dahinya atau bulu yang ada di dahi menyentuh langsung ke tempat sujudnya.
Dalam sujud disunnahkan membaca:
سُبْحَانَ رَبِّيَ الْأَعْلَى وَبِحَمْدِهِ 3 x

8)      Duduk di antara dua sujud serta thuma’ninah
Dalam posisi ini disunnahkan membaca:
رَبِّ اغْفِرْ لِيْ وَارْحَمْنِيْ وَاجْبُرْنِيْ وَارْفَعْنِيْ وَارْزُقْنِيْ وَاهْدِنِيْ وَعَافِنِيْ وَاعْفُ عَنِّيْ
9)      Membaca Tasyahhud Akhir
Bacaan tasyahhud akhir sebagai berikut:
اَلتَّحِيَّاتُ الْمُبَارَكَاتُ, الصَّلَوَاتُ الطَّيِّبَاتُ لِلَّهِ, اَلسَّلَامُ عَلَيْكَ أَيُّهَا النَّبِيُّ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ, اَلسَّلَامُ عَلَيْنَا وَعَلَى عِبَادِ اللهِ الصَّالِحِيْنَ, أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللهَ وَأَنَّ مُحَمَّدًا رَسُوْلُ اللهِ
10)   Posisi duduk ketika membaca tasyahhud akhir
11)   Membaca shalawat kepada Nabi Muhammad ketika duduk waktu membaca tasyahhud akhir.
Lafadz shalawat yang sempurna sebagai berikut:
اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ, كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى سَيِّدِنَا إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ سَيِّدِنَا إِبْرَاهِيْمَ, وَبَارِكْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ, كَمَا بَارَكْتَ عَلَى سَيِّدِنَا إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ سَيِّدِنَا إِبْرَاهِيْمَ فِيْ الْعَالَمِيْنَ إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ.

12)   Mengucapkan salam
Lafadz salam paling sedikit: adalah (السلام عليكم) namun yang paling sempurna:
اَلسَّلَامُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ
13)   Tertib
Yang dimaksud dengan tertib adalah melakukan shalat sesuai dengan urutan yang telah dicontohkan oleh Nabi Muhammad Saw.

5.      Hal-hal yang membatalkan shalat
Shalat bisa batal disebabkan beberapa hal sebagai berikut:
a.       Jika ada satu syarat dari beberapa syarat shalat tidak terpenuhi
b.      Mengucapkan dua huruf atau satu huruf tapi dapat memahamkan dengan sengaja dan mengetahui keharamannya
c.       Menambah rukun fi’li (pekerjaan) dengan sengaja.
d.      Melakukan pergerakan yang keras, seperti melompat.
e.       Melakukan pergerakan yang banyak, seperti tiga langkah walaupun dilakukan dalam keadaan lupa
f.       Setiap sesuatu yang membatalkan puasa juga membatalkan shalat, kecuali makan banyak dalam keadaan lupa, maka membatalkan shalat. Meskipun tidak membatalkan puasa

6.      Hal-hal yang dimakruhkan dalam shalat
a.       Menoleh ketika shalat tanpa ada hajat
b.      Melihat ke atas dan hal-hal yang melalaikan
c.       Dan lain sebagainya

7.      Sunah-sunah Shalat
Hal-hal yang disunnahkan berkaitan dengan shalat dibagi menjadi tiga; yaitu:
a.       Sebelum shalat
1)      Adzan dan iqamah
2)      Siwak
3)      Melafadzkan niat, supaya lidah bisa membatu hati dalam menghadirkan niat
b.      Ketika shalat
Hal-hal yang sunnah dilakukan ketika shalat dibagi menjadi dua; yaitu:
1)      Sunnah Ab’ad
Yang dimaksud sunnah ab’ad adalah sunnah yang jika ditinggalkan sunnah ditambal dengan sujud sahwi (sujud karena lupa). Sunnah ab’ad secara global ada tiga; yaitu:
a)      Tasyahhud awal, duduk tasyahhud awal dan membaca shalawat kepada Nabi Muhammad Saw. di dalam tasyahhud awal.
b)      Membaca qunut, berdiri ketika qunut, membaca shalawat kepada Nabi, keluarga dan shalabatnya Nabi ketika qunut.
c)      Membaca shalawat kepada keluarganya Nabi ketika tasyahhud akhir.
2)      Sunnah Hai’at
Yang dimaksud sunnah hai’at adalah sunnah yang ketika ditinggalkan tidak sunnah ditambal dengan sujud sahwi. Sunnah hai’at adalah sunnah-sunnah yang lain di dalam shalat, seperti membaca doa iftitah, mengangkat kedua tangan ketika takbirotul ihram, ketika mau ruku’, ketika mau i’tidal dan ketika berdiri dari tasyahhud awal, melihat tempat sujud dan lain sebagainya.
c.       Setelah shalat
Sunnah yang bisa kita lakukan setelah melaksanakan shalat adalah seperti membaca dzikir, duduk di tempat shalat dan lain sebagainya.

B.     Shalat-Shalat Sunnah
1.      Shalat Rawatib
Yang dimaksud dengan shalat rawatib adalah shalat sunnah yang dilakukan sebelum dan setelah shalat wajib lima waktu. Shalat rawatib yang sangat dianjurkan dan selalu dilakukan oleh Nabi Saw. baik sewaktu di rumah ataupun dalam perjalanan berjumlah 10 raka’at sebagai berikut:
a.       Dua raka’at sebelum Subuh dan ini yang paling utama
b.      Dua raka’at sebelum Dhuhur
c.       Dua raka’at setelah Dhuhur, Magrib dan Isya’

2.      Shalat Dhuha
Shalat Dhuha adalah shalat yang penuh berkah. Shalat Dhuha paling sedikit dilakukan dua raka’at dan paling banyak dilakukan 12 raka’at yang dilakukan dua-dua.
Waktu shalat Dhuha mulai dari naiknya matahari kira-kira satu tombak sampai bergesernya matahari dari tengah langit (waktu zawal).
Niat shlat Dhuha sebagai berikut:
أُصَلِّيْ سُنَّةَ الضُّحَى رَكْعَتَيْنِ لِلَّهِ تَعَالَى
Saya niat shalat sunnah Dhuha dua rakat karena Allah Swt”.

3.      Shalat Tarawaih
Shalat sunnah tarawaih sangat dianjurkan. Shalat inilah yang dimaksudkan dengan qiyamu Ramadhan (menghidupkan bulan Ramadhan) dalam sabda Nabi Muhammad Saw.:
 مَنْ قَامَ رَمَضَانَ إِيْمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ (رَوَاهُ الشَّيْخَانِ)
Barang siapa yang menghidupkan bulan Ramadhan dengan penuh keimanan dan mengharap pahala, maka dia akan diampuni dosanya yang telah lalu dan yang akan datang”. (H.R. Buhkari dan Muslim)

Waktu shalat tarawaih dimulai sejak melaksanakan shalat Isya’ sampai terbitnya Fajar Shadik di malam-malam bulan Ramadhan. Shalat tarawaih paling sedikit dilakukan dua raka’at dan paling banyak dilakukan 20 rak’at. Dalam shalat tarawaih wajib salam setiap dapat dua raka’at.
Niat shalat tarawaih sebagai berikut:
أُصَلِّيْ سُنَّةَ التَّرَاوِيْحِ رَكْعَتَيْنِ لِلَّهِ تَعَالَى
Saya niat shalat sunnah tarawaih dua raka’at karena Allah Swt”.

4.      Shalat Aidul Fitri dan Aidul Adha
Shalat sunnah dua hari raya (Aidul Fitri dan Aidul Adha) sangat dianjurkan. Adapun tata cara shalat dua hari raya sebagai berikut:
a.       Shalat hari raya berjumlah dua raka’at
b.      Raka’at pertama setelah doa iftitah membaca takbir tujuh kali
c.       Raka’at kedua sebelum membaca surah Al-Fatihah membaca takbir sebanyak lima kali.
d.      Di setiap takbir disunnahkan mengangkat kedua tangan

Adapun niat shalat dua hari raya sebagai berikut:
-          Hari raya aidul fitri
أُصَلِّيْ سُنَّةً لِعِيْدِ الْفِطْرِ رَكْعَتَيْنِ لِلَّهِ تَعَالَى
Saya niat shalat sunnah hari raya aidul fitri dua raka’at karena Allah Swt.”.
-          Hari raya aidul Adha
أُصَلِّيْ سُنَّةً لِعِيْدِ الْأَضْحَى رَكْعَتَيْنِ لِلَّهِ تَعَالَى
Saya niat shalat sunnah hari raya aidul fitri dua raka’at karena Allah Swt.”.

Pada hari raya sunnah memakai minyak wangi (parfum), berhias, membaca takbir sampai datang ke tempat shalat, pergi menuju tempat shalat berjalan kaki seraya membaca takbir.

























BAB IV
PUASA (SHAUM)

A.    Puasa (shaum)
1.      Definisi Puasa (shaum)
Puasa (shaum) secara etimologi adalah penahanan diri secara umum, seperti menahan diri untuk tidak berbicara dan lain sebagainya. Sedangkan secara terminologi puasa adalah menahan diri dari hal-hal yang membatalkan mulai sejak terbitnya matahari sampai termbenamnya matahari.
Allah Swt. mewajibkan puasa Ramadhan kepada kaum muslimin yang mampu dan mensunahkan kaum muslimin untuk menghidupkan bulan Ramadhan. Nabi bersabda:
مَنْ قَامَ رَمَضَانَ إِيْمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ (رواه الشيخان)
Barang siapa yang menghidupkan bulan Ramadhan dengan penuh keimanan dan mengharap pahala, maka dia akan diampuni dosanya yang telah lalu dan yang akan datang”. (H.R. Buhkari dan Muslim)

2.      Macam-macam Puasa
Puasa dibagi menjadi tiga macam; yaitu:
a.       Puasa Umum
Puasa umum adalah menahan diri dari hal-hal yang membatalkan puasa mulai dari terbitnya matahari sampai terbenamnya matahari.
b.      Puasa Khusus
Menahan anggota tubuh dari melakukan hal-hal yang berdosa dan menjaga perut dari mengkonsumsi barang haram dan syubhat. Nabi Muhammad Saw. bersabda:
خَمْسٌ يُفْطِرْنَ الصَّائِمَ: الْكَذِبُ, وَالْغِيْبَةُ, وَالنَّمِيْمَةُ, وَالنَّظْرُ بِشَهْوَةٍ, وَالْيَمِيْنُ الْكَاذِبَةُ (أخرجه ابن ماجه وأحمد)
Ada lima hal yang bisa membatalkan [pahala] orang yang berpuasa; dusta, menggunjing, mengadu-domba, melihat dengan nafsu dan sumpah yang dusta
c.       Puasa Khususul Khusus
Yang dimaksud dengan puasa khususul khusus adalah menahan diri dari selain Allah.

3.      Siapa Saja yang Wajib Puasa Ramadhan
Puasa Ramdhan bisa wajib atas sesorang jika memenuhi salah satu dari lima syarat berikut:
a.       Menyempurnakan bulan Sya’ban  30 hari
b.      Melihat bulan bagi orang yang melihatnya walaupun statusnya fasik
c.       Ketetapan bahwa bulan dilihat dengan persaksian yang adil bagi orang yang tidak melihat bulan secara langsung
d.      Kabar dari orang yang bisa dipercaya bahwa bulan sudah terlihat, baik kabarnya masuk ke hati atau tidak. Atau kabar dari orang yang tidak bisa dipercaya tapi kebenaran kabarnya mantap di dalam hati
e.       Praduga kuat akan masuknya bulan Ramadhan bagi orang yang tidak bisa membedakan bulan, apakah sudah masuk Ramadhan atau tidak; seperti orang yang sedang di sel tahanan.

4.      Syarat Shah Puasa
Puasa bisa shah jika dilakukan oleh orang yang memenuhi empat syarat; yaitu:
a.       Islam 
b.      Berakal
c.       Suci dari haid dan nifas
d.      Mengetahui bahwa waktu yang ia guanakan untuk puasa memang bisa dibuat waktu puasa.


5.      Syarat Wajib Puasa Ramadhan
a.       Islam
b.      Mukallaf
c.       Mampu melakukan puasa
d.      Sehat
e.       Tidak sedang bepergian

6.      Rukun Puasa Ada Tiga
a.       Niat puasa setiap malam hari di bulan Ramadhan. Bila di malam awal bulan Ramadhan niat sekaligus untuk semua bulan Ramadhan, maka tidak cukup niat tersbut kecuali untuk hari pertama. Akan tetapi sebaiknya dalam hal ini kita taklid (ikut) madzhabnya Imam Malik, sepaya ketika di malam berikutnya kita lupa berniat masih mendapatkan nilai puasa besok harinya (shah).
b.      Meninggalkan hal-hal yang membatalkan puasa
c.       Orang yang berpuasa. Maksudnya rukun yang ketiga adalah orang yang berpuasa itu sendiri.

7.      Hal-hal yang Membatalkan Puasa
Puasa bisa batal sebab beberapa hal berikut:
a.       Murtad (keluar dari islam)
b.      Haid dan nifas atau melahirkan
c.       Gila walau sebentar
d.      Pingsan dan mabuk dengan sengaja jika keduanya berlangsung seharian (lama).
e.       Memasukkan sesuatu ke dalam perut melalui lubang yang terbuka dengan sengaja.
f.       Jima’ (Bersetubuh) dengan sengaja.
g.      Keluar sperma dengan sengaja.


8.      Orang-orang yang puasanya batal (wajib qodho’) tapi wajib imsak (tidak boleh makan dan minum)
a.       (kusus puasa Ramadhan) orang yang dengan sengaja merusak puasanya dengan cara selain jima’ (bersetubuh). Bila dirusak dengan jima’ secara sengaja, maka puasanya batal, wajib qodho’ dan wajib membayar denda (kaffarot)[4].
b.      Orang yang tidak berniat di malam hari.
c.       Orang yang makan sahur dikira masih malam hari ternyata sudah siang.
d.      Orang yang berbuka puasa dikira matahari sudah terbenam ternyata belum.
e.       Orang yang dalam anggapannya tanggal 30 Sya’ban tapi ternyata sudah masuk bulan Ramdhan
f.       Orang yang terlalu kuat dalam berkumur dan menghisap air ke dalam hidung.

B.     I’tikaf
1.      Definisi i’tikaf
I’tikaf secara etimologi adalah menetapi sesuatu, baik maupun buruk. Sedangkan secara terminologi i’tikaf adalah diam di masjid dengan cara tertentu.
2.      Dasar i’tikaf
a.       Firman Allah Swt. surah Al-Baqarah ayat 187
وَلَا تُبَاشِرُوْهُنَّ وَأَنْتُمْ عَاكِفُوْنَ فِي الْمَسَاجِدِ (البقرة:187).
“... (tetapi) janganlah kalian campuri mereka itu, sedang kamu beri’tikaf dalam masjid”. (Q.S. Al-Baqarah:187).
b.      Sabda Nabi yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Muslim
أَنَّهُ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ اِعْتَكَفَ الْعَشْرَ الْأَوْسَطَ مِنْ رَمَضَانَ, ثُمَّ اعْتَكَفَ فِي الْأَوَاخِرِ مِنْهُ وَلَازَمَهُ حَتَّى تَوَفَّاهُ اللهُ تَعَالَى, ثُمَّ اعْتَكَفَ أَزْوَاجُهُ مِنْ بَعْدِهِ.
Sesungguhnya Nabi Saw. selalu beri’tikaf di 10 hari Ramadhan yang tengah. Kemudian 10 hari akhir Ramadhan dan beliau selalu seperti itu hingga beliau meninggal dunia, kemudian setelah Nabi istri-istri beliau juga melakukannya” (H.R. Bukhari dan Muslim).

3.      Hukum i’tikaf
I’tikaf hukumnya sunnah di setiap waktu. Namun di 10 hari akhir bulan Ramdhan lebih utama dari pada waktu lain, untuk meraih malam lailatul qodar.

4.      Syarat i’tikaf
I’tikaf mempunyai dua syarat sebagai berikut:
a.       Niat. Bentuk niatnya sebagai berikut:
نَوَيْتُ الْاِعْتِكَافَ فِي هَذَا الْمَسْجِدِ سُنَّةً لِلَّهِ تَعَالِى.
Saya niat untuk melakukan i’tikaf sunnah di masjid ini karena Allah Swt ”.
b.      Diam dalam masjid melebihi lama durasi thuma’ninah, sekiranya diamnya mu’takif (orang yang beri’tikaf) dianggap tinggal di masjid.

C.    Adab-Adab Masuk Masjid
1.      Keutamaan Masjid
Masjid adalah rumah Allah Swt. yang wajib kita hormati. Dalam masjid terdapat rahmat Allah yang diberikan kepada hambanya. Allah Swt. berfirman dalam sebuah hadits Qudsi yang diriwayatkan oleh shahabat Abu Sa’id Al-Khudri, dia berkata: “Sesungguhnya Rasulullah bersabda tentang apa yang diterima dari Tuhannya, Allah Swt. berfirman: “sesungguhnya rumah-rumah-Ku di bumi adalah masjid-masjid-Ku. Dan sesungguhnya para tamu-Ku merekalah yang memakmurkannya. Maka beruntung seorang hamba yang dari rumahnya bersuci kemudian datang berkunjung kepada-Ku di rumah-Ku. Maka pasti Dzat yang dikunjungi akan memuliakannya”. (H.R. Abu Nuhaim)
2.      Adab masuk masjid
a.       Mendahulukan kaki kanan
b.      Membaca doa
اَللَّهُمَّ اغْفِرْ لِيْ ذُنُوْبِيْ وَافْتَحْ لِيْ أَبْوَابَ رَحْمَتِكَ
Ya Allah, ampunilah dosa-dosaku. Dan bukalah untukku pintu-pintu rahmat-Mu
3.      Adab ketika di dalam masjid
a.       Shalat dua raka’at tahyatal masjid (penghormatan masjid)
Niat shalat sunnah tahyatal masjid sebagai berikut:
أُصَلِّيْ سُنَّةً رَكْعَتَيْنِ تَحْيَةَ الْمَسْجِدِ لِلَّهِ تَعَالَى
Saya niat shalat sunnah dua rakaat untuk menghormati masjid karena Allah Swt”.
b.      Niat i’itikaf
c.       Tidak berteriak-teriak
d.      Tidak berkata kotor
e.       Membaca Al-Quran dan hal-hal yang baik
f.       dll
4.      Adab ketika keluar masjid
a.       Mendahulukan kaki kiri
b.      Membaca doa:
اَللَّهُمَّ اغْفِرْ لِيْ ذُنُوْبِيْ وَافْتَحْ لِيْ أَبْوَابَ فَضْلِكَ
Ya Allah, ampunilah dosa-dosaku. Dan bukalah untukku pintu-pintu anugerah-Mu

D.    Zakat fitrah
1.      Syarat Wajib Zakat Fitrah
Zakat fitrah wajib sebab tiga perkara; yaitu:
a.       Islam, maka orang kafir tidak wajib mengeluarkan zakat fitrah kecuali untuk budak dan kerabatnya yang muslim.
b.      Terbenamnya matahari di akhir bulan Ramadhan. Maka, orang yang meninggal sebelumnya tidak wajib zakat fitrah.
c.       Adanya makanan pokok yang melebihi kebutuhan diri, dan orang-orang muslim yang wajib dinafkahi di hari raya dan malamnya.

2.      Yang Wajid Dizakati Fitrah dan Kadar Timbangan yang Wajib Dikeluarkan
Zakat fitrah wajib dikeluarkan untuk diri sendiri dan orang yang wajib dinafkahi, baik istri, orangtua maupun anak. Untuk masing-masing dari mereka dikeluarkan zakatnya sebesar satu sha’ (2.75 Kg) dari makanan pokok yang berlaku di negaranya muzakki (orang yang mengeluarkan zakat).
3.      Waktu Pembayaran Zakat Fitrah
Boleh hukumnya mendahulukan pembayaran zakat sejak awal Ramadhan. Namun yang paling utama pembayaran zakat dilakukan pada hari raya sebelum shalat. Makruh membayar zakat fitrah di hari raya setelah shalat. Dan haram membayar zakat fitrah setelah hari raya.
4.      Golongan yang berhak menerima zakat
Golongan yang berhak menerima zakat ada delapan; yaitu:
a.       Para Fuqoro (orang-orang fakir)
b.      Para Masakin (orang-orang miskin)
c.       Amil zakat (orang yang diangkat pemerintah untuk mengambil zakat dan menyerahkannya kepada yang berhak)
d.      Orang yang hatinya masih lemah (baru masuk islam)
e.       Budak mukatab (budak yang mencicil kemerdekaannya kepada tuannya)
f.       Orang yang terbelit hutang
g.      Orang yang berperang di jalan Allah
h.      Dan orang yang sedang menempuh perjalanan.

5.      Sistem penyerahan zakat
Dalam mengeluarkan zakat wajib adanya niat. Dan pendistribusian zakat wajib diberikan secara merata pada golongan di atas atau orang-orang yang ada dari golongan mereka. Ini berlaku bila kadar zakat yang dikeluarkan mencukupi untuk itu. Bila tidak, maka minimal diberikan kepada tiga orang dari masing-masing golongan.
Dalam sebagian pendapat boleh hukumnya menyerahkan zakat pada satu golongan dan bahkan boleh hukumnya menyerahkan zakat satu orang pada satu orang mustahiq.





DAFTAR PUSTAKA

Al-Anshari, Abu Zakaria, Zakariya bin Yahya, Fathul Wahhab, Darul Kutub Al-Ilmiyah, Berut, Syamilah Aswaja (2008).
Al-Mihsry, Abu Bakar bin Muhammad Syatha Ad-Dimyati, Hasyiyah I’anatut Tholibin, Al-Haramain, Indonesia, (2007)
Al-Haddad, Abdullah bin Alwi, An-Nashaih Ad-Diniyah Wal-Washaya Al-Imaniyah, Darul Kutub Al-Ilmiyah, Berut (2012).
Al-Kaff, Hasan bin Ahmad, At-Taqrirotus Syadidah, Darul Ilmi Wadda’wah, Yaman, (2006)
Al-Jawi, Muhammad Nawawi, Syarah Muroqil Ubudiyah, Darul Kutub Al-Islamiyah, Jakarta Indonesia, (2007)
Al-Ghizzi, Muhammad bin Qosim, Fathul Qoribul Mujib, Darul Kutub Al-Islamiyah, Jakarta Indonesia, (2003)
Asy-Syathiri, Ahmad bin Umar, Nailur Roja Bisyarhi Safinatun Naja, Darul Kutub Al-Islamiyah, Jakarta Indonesia, (2011)
As-Syairozi, Abu Ishak, Ibrahim bin Ali bin Yusuf, Al-Muhadz-dzab, Darul Fikr, Berut, Syamilah Aswaja (2008).
Bin Smith, Zein bin Ibrahim, Syarah Hdits Jibril, Darul Ilmi Wadda’wah, Yaman, (2004)
Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, Penerbit Pustaka Agung Harapan (2010).




[1]  Cairan putih yang encer dan lengket yang keluar dari kemaluan ketika syahwat mulai meluap-luap.
[2]  Cairan putih yang kental dan kotor yang keluar dari kemaluan sehabis kencing atau ketika membawa beban yang berat.
[3]  Aurat perempuan dalam shalat seluruh anggota badannya, kecuali telapak tangan dan wajah. Sedangkan aurat laki-laki dalam shalat adalah anggota tubuh yang ada antara pusar dan lutut.
[4]  Memerdekakan budak mukmin yang selamat dari aib yang menggagu pekerjaan, jika tidak bisa puasa dua bulan berturut-turut, bila tidak mampu memberi makan 60 orang miskin. Perkepala satu mud.

Tidak ada komentar: